TangselMedia – Senyuman selalu terlihat di wajah Muhammad Saputra sambil menjual cilok diatas sepedanya. Kehidupan yang dijalani Muhammad Saputra tidak seperti anak-anak diusia sebayanya yang menghabiskan waktu untuk bermain. Bocah lelaki berusia 12 tahun itu harus berjualan cilok demi menghidupi kedua adiknya yang masih kecil. Muhammad Putra dan kedua adiknya yakni Renaldi Setiawan (7) dan Arsyad Nurardiansyah yang masih berusia 10 bulan ini merupakan yatim piatu. Sang ayah meninggal dunia sekitar satu tahun lalu karena menderita sakit paru-paru.
Sementara itu, ibunya yakni Siti Nurhayati meninggal dunia ketika melahirkan si bungsu Arsyad. Bocah yang kini duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar (SD) itu berjualan cilok agar tetap bisa bersekolah dan memberi makan kedua adiknya. Ia tinggal di Jalan H Sarmili RT 02/02, Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Dirumah sederhana yang berada di kawasan pengepul rongsokan, Saputra tinggal bersama satu kakak perempuan Siti Julaiha (17) dan dua adiknya.
siswa kelas III SD 01 Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan itu sebelumnya sempat mengamen hingga akhirnya berjualan cilok. Saputra baru berjualan cilok sekitar dua bulan terakhir berkeliling menggunakan sepedanya. Sudah dua bulan Putra merelakan waktu bermainnya untuk berjualan cilok tusuk menggunakan sepeda selepas pulang sekolah.
Bahkan, ia harus berjualan hingga larut malam demi mencari uang untuk kehidupan sehari-hari. “Jualan cilok goreng buat beli susu adek,” ujar Putra. Sementara Putra berkeliling berjualan cilok mencari rupiah, sang kakak, Siti Julaiha (17) mengurus si bungsu di rumah. Julaiha sudah menikah, dan suaminya bekerja sebagai sopir angkot.
“Habis sekolah dagang cilok, pulangnya bisa jam 12 atau jam 9 malam. Sampai Bintaro Xchange atau Bintaro Plaza,” jelas Putra dikutip TribunnewsBogor.com dari Warta Kota. Putra menambahkan, cilok-cilok itu ia jual seharga Rp 2.000 per tusuk. Jika dagangannya itu dibawa ke sekolah, teman-temannya pun sering ikut membeli ciloknya.
“Kadang bawa 100-200, kalau jual di sekolah lumayan laku,” tambahnya. Sepeda tua yang catnya sudah tak terlihat warnanya lagi itu dimodifikasi sedemikian rupa, agar di bagaian boncengannya bisa terpasang keranjang untuk membawa cilok. “Sampai jam 12 malam, kadang kalau jam sembilan sudah habis ya pulang,” ujar Putra saat ditemui di kediamannya dikutip dari Tribun Jakarta.
Sehari ia membawa 250 tusuk cilok. Putra menjual ciloknya seharga Rp 2 ribu per tusuk. Namun laiknya orang dagang, tidak jarang ciloknya tidak laku. “Biasanya kalau enggak habis, dikasih ke tetangga,” ujarnya. Sang Kakak, Julaiha mengatakan, modal awal berjualan cilok itu sekira Rp 200 ribu. Putra yang sekolah pada siang hari, akan diantarkan ciloknya oleh Julaiha pada pukul 14.30 WIB saat jam istirahat. “Modalnya sekitar Rp 200 ribu,” ujar Julaiha yang sedang menggendong Arsyad di rumahnya.
Pulang sekolah, pukul 17.00 WIB, bocah mandiri itu akan berkeliling sekitar Bintaro menjajakan cilok tusuknya menggunakan sepeda. Satu di antara gurunya di SDN 01 Jurang Mangu Timur, Diah Indah Puspitasari menjelaskan Putra merupakan sosok yang supel dan gampang bergaul dengan teman lainnya. “Dasarnya anaknya baik, mudah bergaul, anaknya juga nurut,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Rabu (13/2/2019). Meski begitu, Diah yang pernah mengajar Putra mengaku bocah 12 tahun itu memiliki kesulitan dalam membaca. Jika berkaca pada umurnya, Putra seharusnya sudah berada di kelas 6 atau 1 SMP. “Dia sempat tidak sekolah lama, terus lanjut sekolah lagi jadi masih kelas 3 SD sekarang,” ujarnya.
“Dia bacaannya itu agak susah, tapi di sini dibantu kalau ada waktu kosong dibantu dilancarin,” lanjut Diah. Dari informasi yang dikumpulkan, Putra sempat mengikuti orangtuanya ke Indramayu selama beberapa tahun sehingga meninggalkan sekolahnya. Di sisi lain, menurut Diah, Putra memiliki kemampuan hitung menghitung yang baik berbeda dengan pelajaran lainnya yang mengharuskan untuk membaca. “Matematikanya bagus, mungkin karena dia sudah dagang dari kecil ya,” ujarnya.