Utang Pemerintah, Kenapa Tidak Mencetak Cetak Uang Lebih Saja?

Opini1538 Views

Apa itu Utang Negara dan Defisit Anggaran?

Sebelum membahas masalah utang luar negeri indonesia, apakah kalian mengetahui perbedaan utang dan defisit anggaran?. Ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak daripada mengumpulkan penerimannya maka itu disebut defisit anggaran yang harus didanai dengan meminjam dari sektor swasta, sedangkan utang negara yaitu akumulasi dari defisit anggaran.

Akhir-akhir ini banyak informasi yang memberitakan bahwa utang luar negeri indonesia sudahmenumpuk bahkan menggunung.Data terbaru mengenai Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir April 2019 tercatat sebesar 389,3 miliar dollar AS yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,7 miliar dollar AS, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar 199,6 miliar dolar AS.

Menurut laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia edisi Juni 2019 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) disebutkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tersebut tumbuh 8,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2019 sebesar 7,9% (yoy) karena transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dollar AS.Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2019 tersebut termasuk terkendali dan memiliki struktur yang sehat.

Kenapa Negara Berhutang?

Utang bukanlah barang yang haram jika dikelola dengan prudent dan pemenuhannya digunakan demi kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan membiayai pembangunan demi mengejar ketertinggalan dari negara lain. Pemerintah juga telah memikirkan sumber dana untuk melunasi utang dan telah menerapkan batasan-batasan dalam melakukan kebijakan utang.Menurut UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dalam Penjelasan Pasal 12 ayat 3 defisit APBN dibatasi sebesar 3% dari Produk Domestik Bruto dan pinjaman pemerintah dibatasi sebesar 60% Produk Domestik Bruto. Utang Indonesia tergolong masih stabil karena masih kurang dari rasio yang ditentukan oleh undang-undang tersebut.

Utang merupakan divert tax atau pajak yang tertunda, maksudnya adalah pembangunan yang dilakukan dengan pembiayaan akan meningkatkan jumlah investasi baru dan meningkatkan baik daya saing maupun daya beli, serta pada akhirnya akan menghasilkan penambahan penerimaan perpajakan dimasa mendatang yang dapat digunakan untuk membayar kembali utang yang dilakukan saat ini.

Indonesia diproyeksikan akan menjadi salah satu dari tujuh negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, tentu saja ini didorong oleh faktor bonus demografi. Namun Hal ini akan berhasil apabila ditunjang dengan persiapan dan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) serta pembangunan infrastruktur, maka untuk mendanai terciptanya kegiatan tersebut pemerintah melakukan utang.Menurut perhitungan ekonomis, sharing manfaat yang dilakukan pemerintah saat ini jauh lebih besar dibandingkan beban yang ditanggungnya.

Kenapa Kita Tidak Mencetak Uang Lebih Saja Untuk Melunasi Utang?

Pasti kita semua pernah berpikir mengapa pemerintah tidak mencetak uang lebih banyak saja untuk membayar hutang-hutangnya dan juga memberikan uang tersebut kepada masyarakat supaya masyarakat lebih sejahtera. Ternyata mencetak uang berlebih bukanlah solusi yang tepat. Mencetak uang yang berlebihan akan menyebabkan inflasi. Inflasi adalahproses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Jadi harga barang dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar dan jumlah barang yang tersedia. Jika jumlah barang lebih banyak dari jumlah uang yang beredar maka harga cenderung akan turun. Sedangkan, jika jumlah uang yang beredar lebih banyak daripada jumlah barang yang tersedia maka harga cenderung akan naik atau biasa disebut dengan inflasi

Baca Juga  Harga Sepeda Kok Mahal, Kenapa Ya?

Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, menegaskan bahwa mencetak uang dua kali lipat dari yang beredar saat ini untuk membiayai pembangunan dibandingkan dengan menambah utang bukan merupakan solusi yang tepat, walaupun sebenarnya Bank Indonesia bisa melakukan hal tersebut.

“Inflasi itu adalah isu, supaya ekonomi maju, cetak saja uang yang banyak, tapi itu bukan solusi yang simpel,” kata Sri Mulyani saat memberikan Kuliah Umum di UI Depok, Senin (28/8/2017).

Beliau juga menjelaskan bahwa orang miskin nantinya yang akan terkena imbas lebih buruk atas terjadinya inflasi tersebut

“Biasanya makan 3 kali sehari, sekarang tidak bisa, karena inflasinya naik, harganya naik, makanya kalau inflasi tinggi pasti jumlah orang miskin bertambah,” jelas beliau.

Apakah Indonesia Pernah Mencetak Uang BerlebihUntuk Membiayai Hutangnya?

Jawabannya adalah pernah. Ketika tahun 1960-an perekonomian indonesia hancur karena inflasi dan hutang. Sementara itu ekspor juga mengalami penurunan dan pendapatan dari sektor pajak juga belum dapat terlaksana dengan optimal. Puncak inflasi berada diatas 100% (year-on-year) pada tahun 1962-1965 karena pemerintah dengan mudahnya mencetak uang untuk membayar hutang dan  mendanai proyek-proyek megah.

Dampak dari pencetakan uang terus menerus ini adalah hiperinflasi yang mencapai 600%. Pada tanggal 13 Desember 1965 pemerintah melakukan pemotongan uang dari 1000 rupiah menjadi 1 rupiah. Kebijakan ini memberikan pukulan besar bagi perbankan nasional, terutama yang telah menyetor modal tambahan karena tergerus drastis dalam sekejap. Dana simpanan para nasabah perbankan juga menciut 1/1000. Segala usaha pemotongan nilai uang ini ternyata tidak berhasil meredam inflasi, dan harga tetap naik membumbung tinggi maka terjadilah hiperinflasi

Kesimpulan

Jadi utang itu baik jika dikelola dengan prudent. Utang merupakan divert tax, pembangunan yang dilakukan dengan berhutang maka akan menimbulkan penambahan penerimaan pajak dimasa depanyang dapat digunakan untuk membayar kembali utang yang dilakukan saat ini. Mencetak uang berlebih bukan merupakan solusi yang baik karena menyebabkan inflasi, dimana harga naik secara umum. Meskipun semua orang terkena dampak inflasi, Orang miskin akan terkena imbas lebih dari inflasi tinggi lantaran alokasi anggaran untuk makanannya menjadi berkurang dari yang biasanya makan 3 kali sehari, sekarang tidak bisakarena inflasinya naik, harganya naik. Makanya bila terjadi Inflasi tinggi angka kemiskinan menjadi bertambah

“Cetak uang itu it’s good, karena bisa gerakin ekonomi, tapi inflasi naik, jadi itu sesuatu yang real, itu yang harus dipilih policy maker,” kata Ibu Sri Mulyani.

Dewanda Daffa Tegar Satriya, Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN