Sudah Seharusnya Generasi Millennial Menjaga Kesatuan Negara  Indonesia Dengan Berpartisipasi Dalam Pencegahan Terorisme Dan Radikalisme

Sosial Budaya1117 Views

Sudah Seharusnya Generasi Millennial Menjaga Kesatuan Negara  Indonesia Dengan Berpartisipasi Dalam Pencegahan Terorisme Dan Radikalisme

Oleh: Dede Salma Maulida*

 

“Kaum pemudalah yang nantinya merupakan generasi penerus bangsa ini, sekaligus menjadi ujung tombak untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terorisme dan radikalisme”.

 

Terorisme dan Radikalisme

Saya meyakini bahwa ketika mendengar kata terorisme, pasti yang muncul dibenak kita adalah aksi kekerasan, bom, organisasi radikal, dan yang tidak lepas dari islam. Hal ini merupakan pemikiran orang-orang awam yang tidak tahu apa yang dimaksud sebenarnya dengan aksi teroris tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian teroris ialah rasa takut yang ditimbulkan oleh orang atau sekelompok orang. Terorisme berarti suatu kegiatan yang menimbulkan tekanan dan ketakutan. Secara etimologi terorisme berarti menakut-nakuti (to terrify). Kata ini berasal dari bahasa latin terrere, “menimbulkan rasa gemetar dan cemas”.

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mendefinisikan terorisme sebagai segala aksi yang sesuai dengan tindak kriminal yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2002 mengenai Aksi Terorisme Kriminal. Terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara, dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum atau fasilitas internasional (UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab I, pasal 1).

Semua aksi ini disebabkan oleh paham radikalisme dimana radikalisme ini merupakan embrio dari lahirnya terorisme. Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekeraan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal:

  • Intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain).
  • Fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah).
  • Eksklusif (membedakan diri dari umat islam umumnya).
  • Revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan).

Dari penjelasan diatas, yang menjadi pembeda antara terorisme dan radikalisme terorisme adalah bentuk aksinya, sedangkan radikalisme adalah adalah paham yang melatarbelakangi aksi terorisme itu. Keterkaitan antara paham radikal dan terorisme memang tidak dapat terpisahkan, paham radikal telah memanifiestasikan pemikiran seseorang untuk bertindak menyimpang dalam menjalankan suatu hal yang mengatasnamakan agama. Terorisme merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat ditanggulangi hanya dengan sebuah kebijakan, namun harus ada juga dukungan dari masyrakat untuk dapat lebih memahami menganai paham-paham yang dibawa oleh suatu komunitas. Terutama pada kalangan mahasiswa/i ataupun generasi millenials, karena pada kalangan ini pemahaman yang bersifat radikal sangat mudah untuk disebar luaskan, maka dari itu pemerintah juga harus melakukan peninjauan terhadap kurikulum dan penggunaan ruang pendidikan yang ada.

 

Menjaga Kesatuan Negara Indonesia dari Ancaman Terorisme dan Radikalisme Adalah Pahlawan Sejati

Pada zaman kemerdekaan, pahlawan adalah sosok yang ikut berperang mengusir penjajah. Namun sekarang, saya meyakini bahwa pahlawan sejati bisa diwujudkan dengan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman radikalisme dan terorisme.

Seluruh bangsa Indonesia harus bisa mengambil teladan dari para pahlawan untuk menjaga kemerdekaan RI yang telah diperjuangkan dulu. Apalagi dengan adanya ancaman radikalisme dan terorisme yang nyata-nyata ingin memecah belah NKRI. Banyak teladan yang bisa diambil bangsa Indonesia, khususnya generasi Millennials sudah seharusnya menjaga dan melindungi NKRI dengan cara berpartisipasi dalam pencegahan terorisme dan radikalisme.

Serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) menjadi awal aksi terorisme di tahun ini. Polisi melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 bergerak cepat meringkus sejumlah orang yang dicurigai berjejaring dengan terduga pelaku.

Belum hilang duka di Makassar, aksi terorisme kembali terjadi di Ibu Kota Negara, tepatnya di Markas Besar Polri , Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2021). Seorang perempuan yang diduga sebagai teroris menenteng pistol dan menerobos masuk kantor pusat Korps Bhayangkara. Bahkan, ia sempat melepaskan enam kali tembakkan sebelum akhirnya ditembak mati.

Terdapat fakta-fakta aksi terorisme di Makassar dan Mabes Polri sebagaimana dirangkum MNC Portal, Kamis (1/4/2021):

  1. Terduga Teroris Generasi Milenial

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar menyebut terduga pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar adalah generasi milenial kelahiran 1995. Keduanya adalah pasangan suami istri. Sedangkan ZA, terduga teroris di Mabes Polri masih berusia 25 tahun alias generasi milenial. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan ZA merupakan mantan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang telah di drop out (DO) pada semester lima.

  1. Membawa Bom dan Senpi

Terduga teroris di Gereja Katedral Makassar melancarkan aksinya dengan cara meledakkan diri melalui bom yang sudah ada di tubuhnya. Sedangkan terduga teroris di Mabes Polri melancarkan aksinya dengan senjata api. ZA, sempat melepaskan tembakan sebanyak enam kali sebelum akhirnya ditembak mati polisi.

  1. Libatkan Perempuan
Baca Juga  Perkumpulan Musik Indie "PAMULANG DISTORSICK" Gelar Bukber "Batal Massal Lepas Lapar"

Aksi terorisme di Makassar maupun Mabes Polri sama-sama melibatkan perempuan. Dalam insiden Makassar, pelaku pengeboman berjumlah dua orang yang terdiri dari pasangan suami istri. Sedangkan terduga pelaku di Mabes Polri melancarkan aksinya seorang diri alias lone wolf. Ia adalah ZA, perempuan kelahiran 1995 atau generasi milenial.

  1. Pola Senyap dan Koboi

Aksi terorisme di Makassar terbilang senyap. Sebanyak dua orang yang berboncengan di satu motor hendak menerobos masuk Gereja Katedral. Akan tetapi, usaha terduga pelaku kandas karena dihalangi oleh petugas keamanan. Hanya dalam hitungan detik, bom bunuh diri pun terjadi hingga menewaskan pelaku dan melukai sejumlah orang lainnya.

Sedangkan aksi terorisme di Mabes Polri bak koboi. Terduga pelaku menenteng pistol saat menerobos masuk markas pusat Korps Bhayangkara. Terduga bahkan sempat melepaskan tembakan enam kali secara sporadis sebelum akhirnya ditembak mati.

 

Dampak dari Terorisme dan Radikalisme

Saya meyakini bahwa akibat dari kasus ini banyak dampak yang terjadi, yang kita ketahui bersama betapa bahayannya dan sangat merugikan  baik dari nyawa, fisik, psikis maupun material. Selain itu, berdampak terhadap ideologi sebuah negara, yang mana paham radikal terorisme yang mampu menghalalkan segala macam cara untuk menggantikan ideolofi falsafah negara. Kemudian, terorisme ini memberikan dampak terhadap agama, mereka mempermalukan agama itu sendiri atas perbuatannya. Tak hanya itu terorisme berpengaruh buruk terhadap ekonomi nasional bahkan mampu mempengaruhi ekonomi internasional, juga dalam hal persoalan investasi besar yang mulai ragu ketika ada kejadian terorisme disebuah negara, pelaku ekonomi menegah ke bawah yang mengandalkan dunia pariwisatapun terganggu karena ketidak amanan yang ditimbulkan oleh aksi terorisme.

 

Peran Generasi Millennials Dalam Menjaga Kesatuan Negara  Indonesia Dengan Berpartisipasi Dalam Pencegahan Terorisme Dan Radikalisme.

Saya mengutip dari Hasil Sensus Penduduk 2020 pada hari Jumat, 03 April 2021, jumlah penduduk berasal dari generasi milenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 atau berusia antara 24 sampai 39 tahun. Saya meyakini bahwa Potensi orang muda ini tidak bisa kita abaikan begitu saja. Indonesia sebagai bangsa yang beragam latar belakang suku, agama serta golongan berharap pada generasi mudanya. Maka sudah seharusnya generasi millennials menjaga kesatuan negara Indonesia dengan berpartisipasi dalam pencegahan terorisme dan radikalisme, karena pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada kualitas mereka.

Peran generasi millenials dalam menangkal terorisme dan radikalisme ini harus mengambil contoh baik dari pahlawan dengan memperkuat wawasan ideologi Pancasila dan wawasan keagamaan agama secara baik. sebab luasnya wawasan mampu menghantarkan seseorang untuk bersikap toleran, kemudian menyaring informasi yang didapatkan, mendukung aksi perdamaian, ikut aktif mensosialisasikan radikalisme dan terorisme, berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan terorisme. Nilai-nilai kepahlawanan itu harus selalu ditumbuhkan, agar semangat anak muda Indonesia untuk menjadi teladan dan berbuat positif bagi bangsa Indonesia terus bergelora. Kalau itu terjadi, saya optimistis paham radikalisme dan terorisme tidak akan bisa masuk dan merusak sendi-sendi kehidupan di Indonesia.

 

Pencegahan Terorisme dan Radikalisme

Pencegahan terorisme dan radikalisme yang sasaran rekruitmen Anggota Baru adalah generasi millenials. Maka dari itu, saya berpendapat bahwa solusi pencegahan terorisme dan radikalisme ini dengan cara Penguatan Sistem Pendidikan yang meliputi:

  1. Pendidikan keluarga, menciptakan keluarga yang harmonis mampu mencegah terorisme masuk ke dalam pemikiran anggota keluarga.
  2. Pendidikan formal, siswa atau mahasiswa dibekali dengan penguatan sikap cinta tanah air.
  3. Pendidikan agama, pelibatan aktif agamawan atau ulama untuk memberikan pemahaman tentang ajaran agama yang baik dan benar.
  4. Pendidikan masyarakat, memilih pergaulan secara selektif sehingga terciptakan suasana lingkungan yang aman, nyaman dan terbuka.
  5. Pemanfaatan IT atau media sosial dengan benar dan cerdas. Penggunaan medsos saat ini banyak yang disalahgunakan dan dijadikan sarana rekruitmen anggota baru.

 

Lawan Terorisme dan Radikalisme

Melihat kejadian ini sudah menjadi isu yang tidak asing lagi bagi negara Indonesia ini,  Mengatasi kejadian ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri melainkan semua komponen bangsa harus ikut terlibat. Maka dari itu saya mengajak para pembaca dan pemerintah untuk menggalakkan propaganda menyatakan sikap menolak antipaham terorisme dan radikalisme untuk memerangi gerakan radikal dan teroris dikalangan generasi muda, khususnya para pelajar, serta harus menguatkan solidaritas dan rasa peduli untuk tetap waspada dalam Tindakan radikalisme maupun radikalisme.

Maka dari itu kita sebagai rakyat harus selalu menjaga negara kita dengan berpartisipasi dalam pencegahan radikalisme dan terorisme masuk ke negara Indonesia.

Diakhir kata, saya ingin menegaskan bahwa lawan terosime dan radikalisme jangan beri tempat hidup di Indonesia mari mulai dengan stop sharing teror, stop sharing gambar dan stop shaing video teror.***

 

*Penulis adalah mahasiswi aktif Hukum Perdata, Universitas Pamulang, Semester 6.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *