Problematika Antara Prostitusi dan Regulasi di Indonesia

PROBLEMATIKA ANTARA PROSTITUSI DAN REGULASI DI INDONESIA

Oleh :  Muhammad Harry Dwi Septian*

 

Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap kesusilaan serta bersifat ilegal dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Praktek prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut dihentikan atau dilarang karena di anggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan.[1] Berkenaan dengan maraknya prostitusi di Indonesia, ini menjadi sebuah hal yang menarik jika dikaitkan dengan hukum positif juga norma yang ada di Indonesia. Karena Indonesia sendiri merupakan negara yang berketuhanan sehingga menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan.

Prostitusi di Indonesia sendiri diatur dalam KUHP Pasal 296 jo. Pasal 506. Pasal 296, “Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”. Dalam bukunya R. Soesilo yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menjelaskan bahwa pasal ini menjerat kepada orang-orang yang mengadakan bordil atau tempat pelacuran.Pasal ini menjelaskan bahwa akan diberikan pidana penjara bagi orang-orang yang pekerjaannya dengan sengaja mengadakan perbuatan cabul oleh orang lain dengan pihak ketiga.[2]

Pasal 506, “Barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.”. Dalam kata lain, Prostitusi selain melanggar norma kesusilaan juga melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dalam bukunya R. Soesilo yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menjelaskan bahwa muncikari adalah makelar cabul, yakni seorang laki-laki yang hidupnya seolah-olah dibiayai oleh pelacur yang tinggal bersama-sama dengan dia yang dalam pelacuran menolong, mencarikan langganan-lagganan dari mana ia mendapat bagiannya.

Walaupun dengan adanya ketentuan KUHP pada Pasal diatas, pasal tersebut hanya mengatur tentang mucikari atau penyedia jasa prostitusi. Lalu bagaimana dengan PSK itu sendiri? Hingga saat ini memang belum ada pasal yang mengatur PSK itu sendiri. Tetapi tetap saja prostitusi dilarang apapun alasannya karena tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat Indonesia.

Di Indonesia sendiri prostitusi harusnya benar-benar dihapus atau dilarang karena selain melanggar norma yang ada di masyarakat juga melanggar nilai-nilai agama yang mana Indonesia sendiri merupakan negara berketuhanan. Jika dilihat dari segi hukum, jelas prostitusi dilarang. Bagaimana jika dilihat dari segi ekonomi? Berdasarkan data, Indonesia berhasil masuk dalam 100 besar yakni nomor urut 98 dengan PDB-PPP sebesar US$ 13.998 atau setara dengan Rp 195 juta.[3] Jadi sebenarnya pemerintah Indonesia masih bisa menghidupi masyarakatnya atau mencari jalan lain agar prostitusi berhenti.

Baca Juga  Mahasiswa Teknik Mesin UNPAM Gelar Pembuatan Rak Buku Menggunakan Las SMAW di TPQ Ashiddiq Desa Suradita, Cisauk, Tangerang

Tidak bisa disamakan dengan negara lain yang melegalkan prostitusi seperti negara (Kosta Rika), karena pemerintahnya tidak mampu menghidupi masyarakatnya. Dalam hal ini negara tidak bisa bertanggungjawab atas akibat kemiskinan negaranya. Yang akhirnya prostitusi dilegalkan.

Kosta Rika adalah negara terkecil ketiga setelah Belize dan El Salvador di Amerika Tengah yang berbatasan dengan Nikaragua di sebelah utara, Panama di selatan-tenggara, Samudra Pasifik di barat dan selatan, dan Laut Karibia di timur

Kosta Rika adalah negara lain di mana prostitusi sepenuhnya legal. Padahal, menurut Ranker, seks komersial adalah profesi yang umum, terutama di tujuan wisata populer.

Kosta Rika tercatat sebagai salah satu ‘surganya’ industri prostitusi. Pasalnya, pemerintahannya menganggap bahwa menyambung hidup dengan cara menjual diri adalah suatu profesi yang sah serta lumrah. Tidak hanya itu, pemerintahan Kosta Rica juga benar-benar serius dalam memfasilitasi serta melindungi para pekerja seksual.

Kesimpulan dari opini hukum ini menurut saya prostitusi di Indonesia itu harus dilarang karena selain melanggar norma yang ada di masyarakat juga melanggar nilai-nilai agama yang mana Indonesia sendiri merupakan negara berketuhanan. Jika dilihat dari segi hukum, jelas prostitusi dilarang. Pemerintah juga masih bisa menghidupi masyarakatnya yang kurang mampu salah satu contohnya dengan program prakerja untuk membantu orang yang belum bekerja. Sedangkan untuk negara negara yang melegalkan prostitusi di negaranya karena pemerintahnya tidak bisa membantu masyarakatnya dalam menanggulangi kemiskinan yang ada di negara tersebut, bahkan justru pemerintahnya juga yang benar-benar serius memfasilitas serta melindungi para pekerja seksual itu. Jadi antara Indonesia dengan negara yang melegalkan prostitusi itu (Kosta Rika) tidak bisa dibandingkan.**

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang