Wakil Grand Syaikh Al-Azhar, Prof. Dr. Muhammad Ad-Duwaini, Tekankan Pentingnya Kembali Kaji Kitab Klasik

TangselMedia – Ada yang menarik pada Senin, 24 Juni 2024 di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Seorang tamu spesial, wakil grand syaikh Al-azhar Cairo, Prof. Dr. Muhammad Ad-duwaini datang untuk bersilaturahmi dengan para Pimpinan Organisasi Massa (Ormas) Islam di Indonesia.

 

Selain untuk menyambung silatarahmi, kedatangan Prof. Muhammad Ad-Duwaini juga untuk berdiskusi terkait isu Moderasi Islam (Islam wasathiyah) juga tentang dakwah, keilmuan dan kebudayaan.

Kitab-kitab klasik, yang lazim di Indonesia disebut sebagai kitab kuning merupakan warisan keilmuan Islam. Kembali kepada kitab-kitab klasik bukanlah penyebab kemunduran umat Islam, tetapi justru sebaliknya, kitab tersebut menjadi bagian dari harta warisan paling berharga umat Islam dalam menjaga jati diri dan menguatkan generasi penerus untuk tetap berpegang teguh pada pemahaman agama yang benar, yaitu kembali Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW.

 

Lebih jauh Prof Muhammad menambahkan, bahwa dalam menjaga, memahami dan mengembangkan kitab-kitab turos (kitab kuning, red.) haruslah dibarengi dengan kesadaran akan dinamika perkembangan keilmuan dan kesadaran umat saat ini. Karena dengan pemahaman yang baik terhadap kitab klasik dapat melahirkan pandangan wasathi (moderat) dan lahirnya kemampuan untuk bisa bersenergi serta menghormati pendapat orang atau kelompok lain yang berbeda.

Baca Juga  9 Kali Tremor Gunung Anak Krakatau

“karena wasathiyah bukanlah sebuah slogan dan pemanis bibir semata, tapi wasathiyah adalah konsep yang berakar kuat dari pemahaman yang benar, dijaga, dikuatkan, disenergikan dan disebarkan oleh para ahli yang mengakui wasathi.” Jelas wakil grand syaikh Al-Azhar ini kepada hadirin.

 

Sehingga, pemahaman para alim ulama terkait kitab klasik sangatlah penting. Berdasarkan keilmuan, kitab tersebut akan senantiasa relevan dengan perkembangan yang terjadi setiap saat. Pada kesempatan tersebut 80 pimpinan Ormas-ormas Islam saling bertukar pengalaman, bahkan menghubungkan sanad (tersambung) keilmuan di Al-Azhar adalah budaya yang bisa dijadikan sebagai role model (contoh teladan) [redaksi]