Tentang Niat dan Hukumnya

oleh: Dr. H. Khairan M Arif, M.Ed.*

1. Ahok menyatakan kepada Al-Jazirah: “Tidak pernah menyesal dengan ucapannya di pulau seribu tentang surat Al-Maidah: 51, bahkan dia siap mengucapkannya kembali berkali-kali, karena menurutnya dia tidak punya niat menghina.”

2. Dalam Islam, niat adalah “maksud yang diiringi dengan perbuatan (Al-Qashdu muqtarinun bil fi’li) lihat: Al-Umm oleh Syafi’i, Fathul Bari Oleh Ibnu Hajar, Al-majmu’ Oleh An-Nawawi dll.

Humas Pengurus Pusat IKADI.

3. Niat, dalam Islam adalah landasan dan nilai sebuah perbuatan, tidak ada perbuatan tanpa niat, apakah niatnya baik maupun buruk (HR. Bukhari).

4. Menurut definisi niat dan hadits tentang niat di atas, maka Islam khususnya “Ahlu Sunnah wal Jama’ah” sepakat tidak mungkin orang sehat,  baligh dan waras melakukan sesuatu tanpa niat. Apakah niat itu baik atau buruk.

5. Islam memberikan penilaian hukum kepada “perbuatan seseorang” sesuai dengan apa yang tampak darinya berupa ucapan, perbuatan dan sikapnya (al-hukmu bi adzahir) bukan menyingkap niat di dalam hati manusia yang abstrak dan metafisik, karena itu tidak mungkin.

6. Ahok adalah orang waras dan baligh, ucapannya dan hinaanya tentang Al-Maidah: 51, tidak mungkin tanpa sadar dan lupa diri, bahkan dia berkeinginan mengulanginya dengan kesadaran penuh. Menunjukkan bahwa ahok sadar dan “berniat buruk” kepada umat Islam.

7. Bila hukum harus melihat niat seseorang dalam menilai sebuah pelanggaran hukum, maka hukum telah berubah menjadi ilmu abstrak dan ilmu jiwa/bathin yang menghukumi dan menila “bathin manusia”, bukan “perilaku manusia dan perbuatannya”.

8. Bila hukum telah menjadi ilmu bathin, maka semua warga negara tidak memerlukan ilmu hukum dan penegakkan hukum, karena setiap orang bebas membunuh orang, mengambil hak orang lain bahkan mengudeta sebuah pemerintah dengan alasan “niat baik”. Karena penegak hukum mana yang bisa menilai niat jahat pelakunya?!
bila ditanya para “teroris” yang dibunuh di tempat oleh polisi, mayoritas mereka berniat “baik” yaitu masuk surga dalam melakukan perbuatannya (menurut mereka).

Baca Juga  Menko Polkam Apresiasi Kinerja KPK Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi

9. Dalam ilmu psikologi mayoritas para ahli berpendapat bahwa mempelajari psikologi tidak bisa dengan membahas “jiwa/psikis” namun harus melihat perilaku yang dilahirkannya, sebab jiwa adalah abstrak, tidak dapat diidentifikasi kecuali lewat respon perilakunya.(Lihat Behaviorisme dalam psikologi). Apalagi ilmu hukum yg jelas-jelas mempelajari “tindakan dan perilaku hukum manusia”

10. Walaupun hukum tetap berpegang teguh pada niat buruk dalam memberi hukum pada seseorang; apakah niat kita pribadi boleh dan legal serta sah menyakiti orang lain atau agama lain? Hanya karena kita yakin, kita punya niat baik?!

11. Sejak kapan, niat “satu” orang yang dinilai buruk oleh banyak orang – mayoritas umat islam, MUI, Jaksa, Hakim, polisi, serta bukti-bukti fisik lainnya, menjadi ukuran bahwa perbuatannya benar, hanya karena orang itu meyakini niatnya baik?!

12. Penegakkan hukum dan keadilan dalam Islam adalah termasuk ajaran utama, sebagian besar orang masuk neraka karena kezhaliman dan ketidakadilan mereka di dunia. Seorang hakim dalam islam, adalah orang yang telah meletakkan sebelah kakinya di neraka jahannam, ketika dia tidak adil, saat itu pula kaki yang satunya masuk ke neraka jahannam.

Wallahu a’lam

(Ini nasihat kami yg lemah, semoga manfaat bagi mereka yg bergelut dgn nasib orang dan agama orang lain)

*penulis adalah Wakil Ketua Lembaga Pentashih Buku dan Konten Islam (LPBKI) MUI dan Ketua Bidang Humas Pengurus Pusat IKADI. (DBS)