Reza mengatakan, anggaplah bila pelaku punya masalah kejiwaan. Namun persoalannya, sejak kapan dia mengalami kondisi depresi itu?
“Jika masalah ketidakwarasan, baru muncul setelah dia melakukan aksi jahatnya, maka proses hukum tetap memungkinkan”, ucapnya kepada TangselMedia, Kamis 16 Februari 2017.
Menurut dosen Universitas Indonesia (UI) itu, jika nantinya dari hasil pemeriksaan kejiwaan terdeteksi positif, maka perlu diketahui penyebabnya.
Kalau pelaku ternyata pengguna narkotika dan zat adiktif, mestinya bisa dipulihkan lalu dipidanakan. “Pelaku juga bisa dikenai pasal berlapis. Pembunuhan dan penyalahgunaan Napza”, papar Reza.
Tetapi sayangnya, kita tidak mudah bahkan tidak bisa menilai indikasi kejiwaan seseorang hanya berdasarkan ekspresi muka. Kecuali, jika perilakunya yang diobservasi.
Reza menegaskan, andai pelaku tetap acuh tak acuh setelah membunuh ibu kandungnya sendiri, maka memang ada masalah kejiwaan yang diderita pelaku. Dalam kasus kejadian semacam ini, sebaiknya dicek terlebih dahulu riwayat relasi sosialnya dengan korban. Jika sebelumnya pelaku biasa diazab oleh korban, baik secara lisan maupun perbuatan, maka perlu evaluasi ulang.
“Adakah kemungkinan dia adalah pelaku yang awalnya adalah korban? Jika demikian adanya, maka boleh jadi pula, ada unsur peringan hukuman. Ini berlaku apabila yang bersangkutan tergolong sebagai individu waras.” pungkasnya. (DRS)