TangselMedia – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jatim Susy Susilawati menyatakan narapidana kasus narkoba yang bermasalah terlibat jaringan peredaran narkoba akan pindah-pindah secara berkala setiap tiga bulan sekali ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) yang berbeda. Susy Susilawati menegaskan upaya tersebut dilakukan untuk memutus jaringan peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyatakatan.
“Jadi kalau ada narapidana dicurigai terlibat peredaran narkoba di lapas dan setelah diperiksa ternyata memang dia pelakunya, maka akan dipindah. Jadi kalau ada napi yang tiap tiga bulan dipindah, berarti itu napi bermasalah,” ujar Susy saat melakukan kunjungan kerja ke Lapas Kelas 1 Madiun, Selasa (9/10).
Hal tersebut juga sama belaku untuk para sipir atau petugas lapas. Jika ada petugas lapas yang terindikasi terlibat dalam masuknya telepon genggam ataupun narkoba di dalam lapas maka akan ditarik ke kantor wilayah untuk dibina.
“Demikian juga, jika ada sipir yang terlibat, khususnya dalam kasus peredaran HP dan narkoba dalam lapas, maka kami tarik ke kantor wilayah untuk dibina di kantor wilayah,” ujar dia.
Pihaknya berupaya agar Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Timur terus mengantisipasi peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan di Jawa Timur. Di antaranya memerintahkan seluruh lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rutan agar rutin melakukan razia.
“Memang, kami belum clear seratus persen. Unsur pegawai lapas sangat menentukan apakah bisa clear atau tidak. Oleh karena itu kami hadir di sini untuk mengingatkan terus,” ujarnya.
Selain rutin menggelar razia, Susy juga meminta jajarannya melakukan pengawasan terhadap tamu yang masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pengawasan bisa dilakukan melalui CCTV, x-ray dan body scan.
Sementara itu, dalam kunjungan kerjanya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Madiun, Susy Susilawati meresmikan pelaksanaan system “database” pemasyarakatan (SDP) layanan terpadu.
Dengan SDP “online” atau daring, maka petugas akan mempermudah mengenali warga binaan. Prinsipnya, setiap warga binaan akan melakukan finger print. Sehingga datanya akan terekam dan dikenali oleh sistem, termasuk barang-barang ilegal atau berbahaya yang dibawanya.