TangselMedia – Praktik perdagangan anak lewat media sosial kembali terungkap. Kali ini Kota Surabaya. Ironisnya para pelaku menggunakan kedok yayasan peduli untuk ‘melasirkan dagangannya. Empat pelaku berhasil dibekuk Polrestabes Surabaya, di antaranya Alton Phinandita, warga Sawunggaling Sidoarj; ibu yang menjual bayinya yakni LA atau Ica (22), warga Bulak Rukem Surabaya; bidan nonaktif Ni Ketut Sukawati (66) warga Badung, Bali; dan pembeli bayi, Ni Nyoman Sirait (36), arga Badung Bali.
Penangkapan berawal dari hasil penyelidikan tim siber Jatanras yang melakukan patroli siber. Lewat sebuah akun Instagram, Alton menawarkan jasa konsultasi dan memberi solusi, misalnya terkait permasalahan anak yang lahir di luar nikah hingga pasangan yang ingin menggugurkan kandungannya. Kemudian Alton memiliki solusi kepada korban agar tidak menggugurkan kandungan karena banyak yang berminat.
“Dari akun tersebut akhirnya ada peminat yang mau mengadopsi anak dan transaksi dilanjutkan melalui WhatsApp,” ujar Sudamiran saat rilis di Mapolrestabes Surabaya, Jalan Sikatan, Surabaya, Selasa (9/10/2018).
Untuk meyakinkan pembeli, pelaku memposting foto testimoni yang dibuatnya secara fiktif. Akun Alton ini memiliki 600 pengikut. Dari ratusan pengikut, beberapa di antaranya adalah penjual bayi sekaligus pembelinya.
“Akun Instagram ini mengajak orang-orang agar tidak menggugurkan kandungannya atau anak di luar nikah. Bahkan, anak-anak yang terlantar, bisa diserahkan ke pelaku untuk dicarikan orang tua asuh. Dari pengembangan, kami mengamankan empat pelaku. Satu pemilik akun, lalu penjual bayi atau ibunya, terus ada bidan yang terlibat sebagai perantara antara pembeli, dan satu orang pembeli,” ujarnya.
Perdagangan anak ini ternyata sudah berjalan selama tiga bulan. Dalam jangka waktu tersebut, ada empat bayi yang dijual oleh pelaku. Peminatnya tidak hanya berasal dari Surabaya, tetapi juga daerah lain seperti Semarang dan Bali. Tetapi dari empat bayi yang sudah dijual, polisi hanya bisa mengamankan satu bayi laki-laki berusia 11 bulan yang dijual ke Bali, pada awal September 2018.
“Pada akun Instagramnya, pelaku mencantumkan nomor WhatsApp. Jadi proses transaksi terjadi di WA. Orang yang minat mau menjual atau membeli langsung menghubungi pelaku. Ini bukti percakapannya. Kalau sudah deal, pembeli akan membayarnya. Kalau foto-foto di Instagram ini pelaku ambil gambar-gambar biasa, supaya tertarik masyarakat dan percaya dengan pelaku,” ujar Sudamiran.
Ica, salah satu pelaku yang juga ibu dari bayi 11 bulan yang berhasil diamankan polisi setelah dijual, mengaku tega melakukan hal ini karena terlilit hutang dan tagihan arisan online.
“Saya nikah siri. Saya terpaksa soalnya kebelit utang,” ujarnya.
Ica menceritakan, awalnya ia berniat curhat kepada Alton sebagai seorang istri siri dengan tiga anak yang terbelit utang. Namun Alton kemudian menganjurkan Ica untuk menukarkan anaknya dengan uang Rp 15 juta.
Bayi laki-laki yang sebelumnya dirawat tante Ica pun akhirnya dibawanya. Ica mengaku ingin mengajak anaknya rekreasi. Namun, Ica akhirnya pergi dengan Alton ke Bali untuk menemui wanita yang akan membeli bayinya.
Wanita itu adalah Ni Nyoman Sirait (36). Pertemuan itu terjadi bersama perantara, pensiunan bidan, Ni Ketut Sukawati (66).
“Saya dapat Rp 15 juta. Uangnya buat ngelunasin utang-utang,” ujarnya.
Sedangkan Ni Nyoman Sirait yang juga pembeli mengaku cara ini ditempuh semata karena ingin memiliki anak laki-laki. “Saya pingin punya anak laki-laki,” kata Sirait sembari terisak.
Sirait mengaku selama tujuh tahun menikah, ia belum dikaruniai buah hati. Begitu melihat akun medsos yang dikelola Alton, Sirait dan suami memutuskan untuk mengadopsi seorang bayi.
Menurut Sirait, ia memilih untuk membeli bayi melalui Instagram lantaran niat awalnya hanya untuk membantu sang ibu bayi, Ica.
Sirait pun disarankan temannya, Ni Ketut Sukawati (66) untuk berkonsultasi dengan Alton. Akhirnya, kesepakatan pun terjadi dan Sirait menyetujui biaya pembelian bayi sebesar Rp 22,5 juta.
“Saya ganti biaya persalinan habis Rp 22,5 juta,” ujarnya.
Uang sebesar Rp 22,5 juta itu akhirnya dibagi tiga. Ica mendapat Rp 15 juta, Alton memperoleh Rp2,5 juta, sisanya Rp5 juta merupakan jatah Sukawati. Sudamiran menjelaskan praktik semacam ini termasuk dalam tindak pidana karena tidak melalui jalur hukum. Sebab adopsi anak seharusnya ditempuh melalui jalur pengadilan. Apalagi transaksi ini melibatkan sejumlah uang.
“Ada transaksi di dalamnya dengan sejumlah uang yang dikirim melalui transfer. Akun ini juga tidak berbadan hukum atau ilegal. Harusnya kalau adopsi itu kan ada pengajuannya, lewatnya pengadilan. Tidak bisa semaunya sendiri. Harus diproses secara hukum,” ujar Sudamiran.
Ditambahkan Kanit Jatanras Polrestabes Surabaya AKP Agung Widoyoko memaparkan jika pelaku juga mencoba menghilangkan bukti. Caranya, dengan membuat surat penyerahan bayi lengkap dengan meterai.
“Untuk menghilangkan pidananya, pelaku membuat sebuah surat pernyataan penyerahan bayi. Ada meterainya juga. Tapi sama saja, ada transaksi disana dan ini ilegal,” ujar Agung.
Kasus ini akhirnya terbongkar pada awal bulan Oktober dan seluruh pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Keempat tersangka terancam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara,” ujar Sudamiran.
(lll/lll)