Rektor UIN Jakarta Akui Pernah Pecat Dosen Bercadar

TangselMedia – Rektor universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dede Rosyada mengaku pernah pecat dosen wanita di kampusnya yang bercadar. Ia sempat memberi pilihan untuk menanggalkan cadar saat memberikan kuliah, jika tidak maka akan ada resikonya. Rupanya dosen itu tetap berpendirian dan terindikasi terlibat dalam gerakan radikal.

Prof. Dr. Dede Rosyada, Rektor UIN Jakarta (Dok. UIN)

“Pernah kami lakukan tindakan tegas kepada dosen yang memang terindikasi gerakan-gerakan radikal,” ujarnya di gedung rektorat UIN Jakarta, Ciputat, Sabtu (29/7) seperti yang dilansir merdeka.com.

Pemberhentian kepada dosen wanita itu seingatnya dilakukan pihak kampus pada tahun lalu. “Itu tahun lalu, karena yang bersangkutan pernah kami panggil dan lakukan interogasi. Kami berikan pilihan dan dia malah memilih aktif kegiatan organisasinya itu,” tambah Dede.

Menurut aturan kampus, dosen wanita tidak boleh menggunakan cadar saat mengajar. Kepada dosen yang telah dikeluarkan itu, Dede mengaku telah memberikan pilihan yang demokratis.

Karena yang bersangkutan tetap berkeras dengan pendiriannya, pihak kampus lalu mengambil langkah tegas memecatnya. Sedang untuk dosen pria, Dede mengaku bentuk pengawasannya lebih sulit.

Baca Juga  Bella Production Selenggarakan Health Talk dan Zumba Party

Pihak kampus mengetahui dosen wanita tersebut berpandangan berbeda, setelah pihaknya meminta dosen itu untuk menanggalkan cadar saat memberi perkuliahan, namun dia menolak. Saat itu sang dosen memiliki argumennya untuk mempertahankan cadarnya.

“Saya tidak terlalu jauh mengidentikan itu dari busana dan cara berpakaian dosen, pekerja atau mahasiswa di sini, tapi jika ada indikasi dan bukti kami tindak tegas,” masih menurut Dede.

Apalagi banyak dosen UIN yang memiliki penampilan sama, mulai celana cingkrang, hingga memelihara jenggot. Selama tidak ada laporan tentang aktivitas dosen tersebut, pihaknya tak bisa memberikan sanksi apapun.

Begitupun dengan dosen yang terkait dengan HTI, dan organisasi radikal lainnya, pihaknya tidak punya data. Alhasil, pengawasan yang dilakukan pihak kampus dirasakan masih sangat lemah sekali.

“Untuk berapa jumlah dosen atau mahasiswa yang terlibat HTI, tidak ada data yang masuk. Hingga kini, kami belum mengeluarkan dosen atau mahasiswa yang berafiliasi dengan HTI,” pungkasnya.