Ada Apa Dengan Doa (AADD)?

Ada Apa Dengan Doa (AADD)?

Oleh: Abdul Choliq, S.T., M.T.*

 

Perjalanan hidup manusia selalu diliputi berbagai persoalan sebagai bagian dari takdir Allah yang harus dijalani. Ada empat persoalan dalam kehidupan, yaitu nikmat, cobaan, musibah dan berbuat kesalahan. Semuanya perlu disikapi dengan benar dengan usaha lahir maupun usaha batin. Dalam Alquran banyak kisah para nabi dan orang sholih yang dapat diteladani dalam menyikapi takdir Allah. Sebagai contoh, Nabi Sulaiman, AS seorang nabi sekaligus raja di zamannya. Beliau diberi kemampuan memahami pembicaraan hewan-hewan, serta menguasaia kerajaan jin dan manusia saat itu. Beliau begitu mensyukuri anugerah itu dengan mengungkapkannya dalam bentuk doa. (lihat QS. Annaml; 15 dan 19) Nabi Ayub, AS juga memanjatkan doa setelah sekian lama memperoleh cobaan dan musibah, mulai dari habisnya kekayaan, hilangnya keluarga, serta pada puncaknya sakit kudis selama 18 tahun.

Dalam kondisi itu beliau berdoa memohon pertolongan kepada Allah. Akhirnya Allah menyembuhkan sakit beliau dan mengembalikan kekayaan serta keluarganya. (lihat QS. Shad; 41-43). Nabi Zakaria, AS dicoba Allah dengan tidak memiliki anak hingga usianya senja, namun dengan kekuatan doa akhirnya beliau dikaruniai seorang anak laki-laki yang sholih dan menjadi nabi, beliau adalah Nabi Yahya, AS. (lihat QS. Maryam; 1-15) Sebagian riwayat menceritakan bahwa Nabi Zakaria dikaruniai anak ketika usia beliau 120 tahun, sedangkan istrinya berusia 98 tahun. Mengherankan, tapi itulah kekuasaan Allah. Kalau hal itu terjadi pada zaman modern seperti ini, pasti akan cepat viral dan menjadi trending topic di jagad maya. Nabi Adam, AS diturunkan ke bumi karena kesalahannya, beliau begitu bersedih karena merasa telah melakukan kesalahan besar kepada Allah hingga menyebabkan beliau harus keluar dari surga. Dalam kondisi seperti itu beliau mendapat pengajaran kalimat-kalimat taubat dari Allah, dan dengan kalimat-kalimat pertaubatan yang beliau baca maka Allah memberikan pengampunan. (lihat QS. Albaqarah;37)

Berdoa merupakan manifestasi dari ibadah, sebab Allah memerintahkan manusia untuk berdoa, bahkan Allah menggolongkan orang yang tidak mau berdoa sebagai orang yang sombong dan mengancam memasukannya ke dalam neraka jahanam (QS. Al Ghofir; 60). Doa menjadi senjata orang iman untuk memperoleh kemudahan dalam perkara dunia maupun perkara akherat. Orang yang beriman meyakini tidak ada upaya menghindari maksiat dan tidak ada kekuatan untuk beribadah kecuali dengan idzin Allah, Laa haula walaa quwwata illaa billaah. Rosulullah SAW telah mengajarkan berbagai cara untuk berdoa, baik doa yang dibaca menyertai aktivitas harian maupun doa-doa khusus yang dibaca pada waktu atau kondisi tertentu. Pada saat berdoa, seorang hamba akan berinteraksi dengan rabnya. Bagi Allah doa merupakan sesuatu yang sangat mulia, karena melalui doa seorang hamba akan tawadlu’ dan tadlorru’ kepada Allah. Allah senang pada pengaduan hambanNya, bahkan dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa Allah merasa malu manakala ada hamba yang mengangkat tangan memanjatkan doa kemudian Allah membiarkan hamba itu menurunkan tangan tanpa hasil.

Dengan doa, sesuatu yang tidak mungkin bisa menjadi terjadi. Salah satu contoh adalah dalam peristiwa Perang Badar pada tahun 2 Hijriyah. Pada saat itu orang iman hanya berjumlah 313 orang, itupun juga dengan senjata yang tidak memadai. Yang mereka hadapi adalah orang-orang kafir quraish dengan jumlah 1000 orang dengan senjata lengkap. Dengan idzin Allah melalui doa Rasulullah, SAW, orang-orang kafir quraish bisa dikalahkan. Contoh lain ketika singgasana Ratu Bilkis yang ukuran sangat besar bisa dipindahkan oleh Ashaf bin Barkhiya dari negeri Saba’ ke negeri Nabi Sulaiman yang jaraknya sangat jauh hanya dalam waktu sekedip mata. Hal itu terjadi melalui doa yang dipanjatkan Asyaf bin Barkhiya, seorang ahli ilmu, orang sholih, sekaligus juru tulis Nabi sulaiman. (lihat QS. Annaml; 38-40).

Baca Juga  Dua Korban Banjir Di Dairi-Sumut Ditemukan Oleh Tim Gabungan

Berdoa dilakukan dalam kesulitan maupun keadaan longgar dengan diniati ibadah. Ibarat pisau, meskipun tidak dipakai, jangan sampai dibiarkan begitu saja tanpa perawatan sehingga bilahnya menjadi berkarat, rusak, tumpul dan tidak bisa digunakan lagi. Seharusnya, meskipun pisau tidak digunakan harus tetap dikontrol, diasah, disimpan dengan aman, diberi minyak atau cairan anti karat agar tidak berkarat, terjaga ketajamannya, awet, dan siap digunakan sewaktu-waktu, demikian halnya dengan doa. Doa yang mustajab antara lain doa orang tua untuk anaknya, doa orang yang terdzolimi, doa orang yang sedang berpuasa, doa musyafir dan masih banyak lagi. Waktu paling mustajabnya doa adalah di sepertiga malam yang akhir, pada saat Allah turun ke langit dunia dan mengobral tawaran, siapa saja yang berdoa pasti dikabulkan, siapa saja yang meminta pasti diberi, siapa saja yang memohon ampunan pasti diampuni. (lihat HR. Bukhori Kitabudaawat) Lebih utama lagi adalah di malam jumat, seperti kisah Nabi Yakub menerima permohonan anak-anaknya untuk dimintakan ampunan atas kesalahan-kesalahan mereka, maka Nabi Yakub menyanggupi, namun pelaksanaannya menunggu waktu malam jumat.

Sesuai janji Allah, doa seorang hamba pasti dikabulkan meskipun dalam waktu yang lama. Namun dalam masa penantian itu tidak boleh seseorang menjadi bosan, apalagi sampai mengumpat Allah dengan mengatakan,” Aku sudah berdoa dalam waktu yang lama, tapi tidak kunjung dikabulkan”. Terkabulnya doa itu kadang langsung seperti doa Nabi Musa ketika meminta keselamatan dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Atau seperti doa Nabi Isa ketika diminta kaumnya untuk menunjukkan mu’jizatnya. Namun adakalanya doa itu dikabulkan Allah dalam bentuk yang lain, karena Allah lebih mengetahui sesuatu diperlukan hambaNya, bukan yang diinginkan hambaNya. Sebagai contoh, ada seseorang berdoa meminta kekayaan, namun dalam kenyataannya ia terus hidup dalam kondisi yang sedang bahkan cenderung kekurangan. Bukan karena Allah lupa, atau tidak mengabulkan, tapi Allah tahu seandainya hamba ini diberikan kekayaan justru malah menjadi mudlorot (bahaya). Sebagaimana kisah Qorun pada zaman Nabi Musa atau Tsaklabah pada zaman Nabi Muhammad SAW yang justru menjadi kufur setelah bergelimang kekayaan. Sebagai gantinya barangkali Allah mengganti doa hamba tersebut dengan kesehatan dan keselamatan.

Doa seorang hamba mudah terkabul manakala hamba itu telah mengabulkan kewajiban-kewajiban Allah. Dalam salah satu hadits qudsi, Allah berfirman,” …Tidaklah hambaku mendekat kepadaku dengan sesuatu yang aku senangi daripada apa-apa yang aku wajibkan kepadanya, dan tidak henti-hentinya hambaku mendekat kepadaku dengan ibadah-ibadah sunnah sehingga aku akan cinta kepadanya. Ketika aku telah cinta kepadanya, maka aku akan menjadi pendengarannya ketika ia mendengarkan, dan menjadi penglihatannya ketika ia melihat, dan menjadi tangan yang ia memukul dengannya, dan menjadi kaki yang ia berjalan dengan kaki itu. Dan jika ia meminta kepadaku maka pasti aku beri, dan jika ia meminta perlindungan kepadaku mak pasti aku beri perlindungan…” (HR. Bukhori) Hal yang menghambat terkabulnya doa adalah ketika seseorang masih memiliki dosa-dosa atau kemaksiatan yang belum ditaubati, atau masih berlumur dengan keharaman. Dalam suatu riwayat ada seseorang yang dalam perjalanan jauh hingga kusut rambutnya dan berdebu, ia mengangkat tangan untuk berdoa. Semestinya doanya cepat terkabul karena dalam kondisi musafir, namun doanya tidak dikabulkan karena makanan, sarapan dan pakaiannya diperoleh dari sesuatu yang haram. Semoga doa-doa kita terkabul meskipun tidak sedahsyat doa Ashaf bin Barkhiya.***

 

Penulis adalah Dosen Teknik Mesin Universitas Pamulang