Generasi Hijrah

Opini18018 Views

Secara Bahasa, Hijrah adalah berpindah dari satu tempat ke tempat lain. sebagaimana dulu Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah atas perintah Allah. Untuk menyebarkan agama islam, karena pada waktu itu Mekkah masih dalam keadaan yang tidak stabil untuk meyebarkan agama islam. Sebuah peristiwa yang sangat besar bagi umat muslim. yang mana hijrahnya Nabi inipun awal mula dimulainya tahun islam, yaitu Hijriah.

Fenomena hijrah di era milenial ini tentu bukan hal yang baru. Memang, tidak tahu pasti kapan dan siapa pencetus hijrah yang kini menjadi tren khususnya anak-akan muda yang ingin memperdalam ilmu agama. Kampanye hijrah sangat masif, terutama di media sosial. Ajakan-ajakan untuk berhijrah bagi pemudi-pemuda. khususnya bagi mereka yang berada di perkotaan. Lihat saja di akun-akun media sosial seperti Instagram, facebook dan Twitter. Sangat masif sekali kampanye tentang hijrah ini.

Sasaran dari kampamye ini tentu untuk semua kalangan, tetapi khusus untuk mereka kaum muda. Hijrah ini ajakan untuk lebih meningkatkan ketaqwaan serta ketaatan kepada Tuhan. Banyak contoh dari publik figur yang mulai mengikuti tren ini. seperti Tengku Wisnu, atau personil band Sheila On 7 yang ingin ikut berhijrah dan memperbaiki diri dalam beribadah dan bertaqwa.

Sebelum kita benar-benar ingin berhijrah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Bukan hanya niat, tapi istiqomah lah yang harus diperhatikan. Tentu saja hijrah yang dikampanyekan dimedia sosial oleh kelompok tertentu cukup bagus, karena mengajak kita untuk meningkatkan ketaqwaan kepada tuhan. Tapi, konsep yang dibangun dan tertananam, hijrah bukan hanya soal hati, tapi juga cara bepakaian. Ya, sering kita lihat perubahan drastis misalnya perempuan yang berhijrah. Pakaiannya pun sangat tertutup, hanya memperlihatkan mata saja. Atau untuk kaum laki-lainya, memanjangkan jenggot. Menghitamkan jidat serta menegakan jubah atau celana-celana cingkrang.

Sehingga, perlu diperhatikan bahwa hal-hal diatas bukanlah tujuan dari hijrah tersebut. Pakaian bukan tujuan hijrah yang sebenarnya. Itu hanya perbedaan ulama tentang  batas aurat saja. Bukan berarti hijrah itu harus ke arab-araban. Dalam berbicara berbakaian mengikuti orang-orang arab. Memang betul bahwa Islam diturunkan di arab, karena pada waktu itu bangsa arab benar-benar jahiliah. Sehingga perlu revolusi akhlak, oleh karna itu Nabi Muhammad diturunkan dan diutus di Arab. Atau mungkin jangan-jangan jika dulu Nabi diturunkan Di Amerika, konsep berhijrah yang sedang tran itu akan berbeda, yaitu memakai kuda dan topi koboi baru bisa disebut hijrah.

Kita telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi orang Indonesia, dianungrahi dengan berbagai macam budaya serta keragamaan suku dan bahasa. Apakah kita berhijrah harus meninggalkan segala rahmat dan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita sebagai orang Indonesia ?ataukah karna kita berpenampilan seperti orang-orang timur tengah bisa disebut lebih Islami ? tentu tidak, karna hakikatnya perubahan batiniah lebih penting. adapun fashion, Itu selera. Yang terpenting menutupi aurat serta sopan secara Budaya dan agama. Apakah Sunan Kali jaga dengan pakaiaan adat jawa dan blangkonnya kurang Islami ? mengunakan metode budaya perwayangan untuk menyebarkan Agama Islam di Nusantara.atau HOS Tjoktjroaminoto soerang Pejuang kemerdekaan dan Pimpinan Sarekat Islam dengan sarung dan belankonnya kurang terlihat sopan dan tidak terlihat seperti seoran g pejuang ?. Berangkat dari situlah kita memahami bahwa tidak boleh sembarangan mengkafirkan seseorang, karena dulu wali songo dengan susah payah untuk mengajak dan men Islamkan Nusantara ini.

Baca Juga  Kenapa Meriang Setelah Divaksin?

Pengajian-pengajian yang dikemas dengan bentuk kajian Bisa kita temui dimana-mana. masjid, Mushola, Mall atau kantor tempat kita bekerja. Karna zaman sekarang sudah serba canggih, dengan mudah jika kita tidak sempat datang ke kajian itu, bisa di akses di Youtube. Tinggal kita pilih mau mendengarkan ceramah Ustad siapa. Ini lah salah satu yang dialukan oleh sebagian dari mereka yang ingin berhijrah.

Mencari ilmu tidak cukup hanya dengan mendengarkan ceramah-ceramah di Youtube, caption-caption Seorang Ustad di Instagram, mengikuti kajian-kajian keIslaman yang diselenggarakan, atau dari Artikel di Google. Akan sangat berbeda hasilnya dengan mereka yang mencari Ilmu beserta ada gurunya. Nasab ke Ilmuannya jelas, apa yang membedakan ?. ya, ketawaduan, kesopanan, serta menghargai orang lain dan pendapat orang lain adalah mereka yang menuntut Ilmu yang belajar kepada gurunya. Karena berilmu saja tidak cukup, harus berakhlak. Kalau hanya berilmu, Iblis pun sangat Tinggi Ilmunya.

Ilmu Taharah dan tatacaranya, adab terhadap guru, orang tua, guru dan orang lain. adab terhadap ilmu, serta Ilmu-ilmu yang sifatnya dasar. Selalu menjadi ajaran pertama bagi para murid yang mencari ilmu agama. Hal ini biasa diajakaran di lingkungan Pesantren, yang menjadi lembaga pendidikan Non Formal di Nusantara. Dengan sistem pendidikan yang mengutamakan bukan hanya ilmu, tapi karakter dan Sosial. Bukan berarti yang ingin ber Hijrah harus kembali lagi dari awal dan masuk pesantren tetapi nilai yang paling penting adalah tidak mudah menelan mentah-mentah informasi yang diberikan serta hal-hal yang sifatnya dasarlah yang lebih baik untuk dilksanakan. Seperti misal bersuci, tatacaranya, dan hal-hal lainnya. karena jika dari bersuci saja kita tidak sempurna, maka amalan yang lain pun percuma, bisa jadi tidak sah. Jadi, jangan langsung kepada hal-hal yang lebih besar. Seperti hukum memakan buaya, atau hukum meyekolahkan anak perempuan, atau hukum-hukum fiqh yang lain yang banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu, carilah guru yang bisa membimbing kepada jalan yang benar serta tidak mudah mengatakan ini halal dan itu haram.

Sehingga, pada akhirnya perlu diapresiasi bagi orang-orang yang mempunyai niat baik untuk memperbaiki dirinya dengan cara meningkatkan ketaqwaan serta keimanan kepada Allah. Tapi, tak perlu juga kiranya kita terjebak dalam tren Hijrah yang sedang berkembang hari ini. terlalu kaku, sehingga hanya berlaku bagi golongan mengengah. Perbaikan terhadap diri harus dilakukan kapanpun dan oleh siapapun. Karna manusia tempatnya salah dan Khilaf, oleh karena itu ajakan kepada kebaikan lebih bermanfaat daripada menutup diri dari dunia dan menebar kebencian karna hanya masalah yang sifatnya Furu’iyah.

Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, menjelaskan suatu konsep yang perlu kita implementasikan untuk memperbaiki diri. yaitu Takhalli, Tahalli, Tajalli.

Takhalli yang artinya Mengosongkan diri dari sifat” jelek, baik lahiriyah maupun batiniyah. Tahalli adalah Menghiasi diri dengan sifat” yang baik. Jika kedua hal di atas sudah dilakukan dengan baik, maka akan tercapai Tajalli, artinya Allah akan menambahkan (menampakkan) kebesaran-Nya dalam hati seseorang.

Oleh: Muhammad Sayyid Rifa’i – Ciputat