Guru Melek Literasi Digital

Banten, Nasional, Opini2445 Views

Guru Melek Literasi Digital

Deni Darmawan*

 

Guru adalah seorang sosok yang digugu dan ditiru. Dirinya menjadi contoh dan teladan bagi murid-muridnya. Untuk menjadi guru kreatif dan inovatif, guru dituntut harus mempunyai berbagai kompetensi, tidak hanya kompetensi pendagogik, tapi juga kompetensi sosial, kepribadian, kepemimpinan dan perangkat kompetensi lainnya, hal ini yang menyebabkan profesi guru tidaklah mudah.

Gelar “pahlawan tanpa tanda jasa” pun disematkan kepada guru. Perjuangannya tanpa lelah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa patut diapresiasi. Dalam Islam, guru mendapat kedudukan terhormat di masyarakat dan di sisi Allah Swr. Sebab, guru menjadi model (uswah hasanah) bagi peserta didik dan masyarakat.

Posisi guru tidak dapat digantikan dengan robot, sebab tugas guru bukan saja mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga mentranfer nilai (tranfer of values), tidak hanya mengajar tapi juga mendidik, melatih, membimbing, mengarahkan dan memotivasi dan menumbuhkan minat belajar peserta didik serta membentuk karakter yang berlandaskan nilai pancasila, agama, budaya, dan tanggap dengan perubahan zaman.

Sebagaimna termaktub dalam  UU. No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Seorang guru harus mampu merespon setiap perubahan yang terjadi, termasuk perubahan jaman yang diiringi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang amat pesat. Era revolusi industri 4.0 menuntut perubahan dari berbagai sektoral, tak terkecuali pendidikan. Era ini ditandai dengan adanya jaringan internet yang kemudian terkoneksi ke perangkat gawai seperti laptop, telepon pintar (smartphone) dan sebagainya. Mau tidak mau, seorang guru harus melek literasi digital. Jika seorang guru masih ‘tertidur’ dalam sebuah perubahan, maka akan tertinggal dan tergilas.

Dengan sebuah gadget, semua informasi dan pengetahuan bisa diakses dari penjuru dunia. Aplikasi apapun termasuk media sosial bisa diunduh, sehingga guru bisa memanfaatkan pembelajaran dengan menggunakan media sosial atau platform media online lainnya. Perubahan teknologi informasi dan komunikasi yang amat pesat, guru harus merespon dan menjadi tantangan untuk bisa memanfaatkan untuk inovasi pembelajaran.

Di era digital ini, kompetensi guru harus dilatih dan dikembangkan, tidak hanya pada tataran pengetahuan, tetapi juga keterampilan hingga kompetensi semakin meningkat. Guru harus menguasai literasi digital, sehingga mempunyai kemampuan dalam menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, bahkan mengolah informasi, pengetahuan, dan memanfaatkan secara baik, sehat, cermat, tepat untuk pengajaran.

Ketika Covid-19 mendarat di Indonesia, maka pada bulan Maret sejumlah daerah termasuk DKI melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), semua kegiatan termasuk pembelajaran (learn from home) dilaksanakan di rumah, demi memutus mata rantai penularan. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) pun diberlakukan. Walaupun begitu banyak permasalahan PJJ pada saat ini, namun PJJ harus tetap berjalan. Mulai dari masalah kuota, ketiadaan gawai, dan sinyal yang sulit ditangkap karena letak geografis. Triliunan rupian pun digelontorkan berupa paket kuota yang diberikan keda guru, dosen, siswa dan mahasiswa.

Baca Juga  Dalam Rangka Pengabdian Masyarakat, Dosen Unpam Berikan Penyuluhan Tentang Jual Beli Sistem Online Ke Majelis Taklim Di Tangsel

Walaupun pemberian kuota tidak menyentuh akar permasalahan PJJ, selama infrastruktur jaringan internet tidak dibangun. Pemberian kuota pun tidak meninggalkan bekas, bahkan ada beberapa kuota yang tidak berfungsi. Pemberian kuota harus dievaluasi, sehingga dana yang besar itu bisa digunakan untuk pembiayaan pendidikan lainnya agar PJJ bisa berjalan dengan efisien.

Tidak hanya kuota, saat pelaksanaan PJJ pun sejumlah guru dan orang tua pun mengalami kesulitan. Mulai dari kurikulum yang kurang adaptif di masa pandemi, metode pembelajaran yang itu-itu saja, hingga pembelajaran daring yang tidak menarik dan membosankan. Orang tua pun dibuat stess, ketika si anak tidak mengerti akan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru. Karena guru yang hanya mengejar target tanpa menyesuaikan kurikulum yang adaptif.

Seorang guru harusnya dibekali kemampuan dalam PJJ, seperti bagaimana mendesain pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan. Pembelajaran berbasis video, membuat materi e-book, menggunakan berbagai aplikasi dan platform media online, serta produk yang dihasilkan peserta didik selama PJJ.

Pembelajaran luar jaringan (luring) sudah disediakan oleh Kemendikbud dengan menginisiasi program belajar dari rumah yang ditayangkan di Televisi Republik Indonesia (TVRI) untuk semua lapisan masyarakat, agar masyarakat terbantu belajar bagi yang terbatas kuota dan susah menangkap sinyal jaringan internet. Pada PJJ di era new normal ini, bahwa hakikat pembelajaran tidak hanya di kelas, tapi juga dilakukan secara terbuka (learning is open; opent content, open course), pembelajaran dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk jarak jauh sekalipun.

PJJ pada era new normal sekarang ini, seorang guru bisa memanfaatkan berbagai media, mulai dari media sosial (medsos) dan media platform media online learning lainnya. Guru tidak hanya menggunakan satu-satunya media, tapi bisa memanfaatkan bermacam-macam media untuk mengkombinasikan sedemikian rupa aktivitas belajar baik pembelajaran online yang bersifat tidak langsung (asynchronous) seperti email, forum , dan membaca serta menulis dokumen online melalui world wide web.

Atau pembelajran online bersifat langsung (synchronous) seperti video call, video conference, chat dan sebagainya. Kedua pembelajaran daring tersebut bisa dicampur (blended learning) agar aktivitas pengalaman belajar lebih maksimal dan  tujuan pembelajaran bisa tercapai. Guru juga diharapkan mempunyai keterampilan dalam membuat video pembelajaran, simulasi, tutorial, slide presentasi, e-book, dan lain-lain, sehingga peserta didik bisa belajar secara mandiri. Belajar melalui forum diskusi, video virtual, collab project akan terjadi pembelajaran kolaboratif dalam pembelajaran. Aktivitas pembelajaran selama PJJ kunci utamanya adalah interaksi. Keterbukaan interaksi dengan menggunakan berbagai media akan menjadi sebuah keberhasilan dalam pembelajaran.***

 

*Penulis adalah Dosen dan Ketua Web Keagamaan Universitas Pamulang