TangselMedia – Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik (PPNP), Haris Rusly mengkritik cara kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang dinilainya menjalankan roda pemerintahan secara katro dan norak, dengan mengabaikan kaidah-kaidah, norma dan etika dalam memimpin negara, konstitusi diabaikan, dan hukum direkayasa.
Contoh, Setya Novanto yang bermasalah, yang terlibat dalam skandal ‘Papa Minta Saham Freeport’ dan mega korupsi E-KTP, diduga secara sengaja didukung oleh istana negara untuk menjadi Ketua Golkar dan Ketua DPR, agar DPR dan Golkar dengan mudah disandera untuk tidak bersikap kritis terhadap pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi-JK.
“Menempatkan kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR-RI adalah contoh paling vulgar dan norak dari sebuah konspirasi yang melibatkan pihak istana negara, dalam strategi besar memperkokoh dan mempertahankan kekuasaan”, kata Haris dalam keterangan tertulisnya pada TangselMedia, Jumat 10 Maret 2017.
Haris menilai, kasus korupsi E-KTP adalah kejahatan korupsi paling norak yang pernah terjadi di negeri ini. Bagi-bagi rampokan APBN dilakukan secara norak dan vulgar.
“Jika sejumlah pejabat institusi negara, yang diduga terlibat dalam korupsi E-KTP tersebut tidak dipenjarakan, maka alangkah baiknya seluruh aktivis anti korupsi dan mantan pimpinan KPK yang saat ini menjadi pejabat istana negara, mengundurkan diri saja”, cetusnya. (HJD)