Kontroversi Pembangunan Masjid

Opini1201 Views
Foto: kompas

Islam adalah agama yang memiliki pemeluk terbanyak di Indonesia. Dan bahkan  terbanyak kedua di dunia setelah agama Kristen Dan akan terus bertambah. Menurut data statistik dunia, banyaknya pemeluk agama islam karena faktor kelahiran, dan semakin terbukanya masyarakat dunia dengan agama islam.

Berbicara mengenai Islam berbicara pula mengenai ibadah. Dan ibadah sering diidentikkan dengan shalat, atau yang sering disampaikan oleh para pengkhutbah, ialah salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam mewajibkan ketika telah dikumandangkan adzan maka, harus bergegas para muslimiin dan muslimaat untuk melaksanankan shalat. Dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda jika melaksanakannya secara berjama’ah di masjid/ mushala (bagi laki-laki).

Masjid  adalah salah satu tempat suci bagi umat muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Masjid sering digunakan untuk melaksanakan shalat berjamaah lima waktu. Hingga kegiatan-kegiatan lain yang membawa manfaat agar menambah keimanan seseorang.

Dewasa ini, banyak masjid-masjid yang dibangun kembali, terkhusus di Indonesia. Iktikad baik DKM ataupun warga setempat yang berinisiatif dalam pembangunan, dan pemakmuran masjid. Ada yang dipercantik eksteriornya maupun interiornya, ada yang memperluas masjidnya, dan ada pula yang membangun kembali dari nol seperti mushala yang sedikit dirobohkan, kemudian diperluas lahannya agar dijadikan masjid.

Saat ini pembangunan masjid- masjid yang ada di Indonesia, terlihat kurang sesuai. Mengapa demikian? Seperti yang terlihat, banyak masjid-masjid yang berlomba-lomba dalam membangun. Berlomba-lomba yang dimaksud bukan ke arah negatif, tetapi mengarah kepada hal yang positif.

Hanya saja, orang-orang yang terlibat dalam  proses pembangunan masjid terlihat pesimis. Pesimis yang dimaksud adalah memungut atau meminta amal di tengah jalan raya. Dengan modal jaring atau kardus untuk menampung uang, dengan tulisan “berikan amal shadaqah jariyahnya untuk pembangunan masjid…..” Sangat disayangkan padahal iktikad baik ingin membangun rumah Allah SWT, tapi justru akan menimbulkan persepektif negatif. “Apakah masjid yang setiap harinya ramai sehari lima waktu tidak memiliki uang?” Ditambah lagi, setiap hari jumat diumumkan keuangan masjid. Belum lagi dibantu oleh lembaga-lembaga (islam) yang ada, atau sumbangan pribadi oleh jamaahnya. Lantas untuk apa memungut uang di jalan? Yang menjadi kekhawatiran lainnya adalah orang-orang yang non-muslim memiliki persepektif tersebut. Misalnya agama Kristen akan berpikir, “kami yang membangun gereja tidak memungut biaya di jalan”, “pemungutan amal pembangunan masjid ada di setiap beberapa ratus meter?”, “apakah ada pawai pembangunan masjid?” dan masih banyak persepektif-persepektif lain. Lalu apa yang seharusnya dilakukan agar meminimalisir persepektif tersebut?

Baca Juga  Universitas Pamulang Hadir Untuk Kita

Rumah makan ketika tidak dikunjungi oleh pelanggan, apa yang harus dirubah? Interior ruangannya?, lahan parkirnya?, pindah tempat? BUKAN!! Yang harus dirubah adalah cita rasa makanannya, karena hal utama yang dinilai dari rumah makan adalah makanannya. Begitu pula masjid, bukan interior/ekterior, bukan perluas lahan, hal utama dalam pemakmuran masjid adalah perbanyak jamaah. Dengan memperbanyak jamaah, masjid akan mendapatkan biaya untuk memperluas, serta memakmurkannya.

Kemudian ada hal-hal lain yang bisa dilakukan seperti menghimbau kepada masyarakat sekitar masjid, untuk bergotong-royong dalam pembangunan masjid, membuat proposal, membuat spanduk dengan isi kalimat “bagi yang ingin shadaqah untuk pembangunan masjid….. silahkan datang ke DKM atau hubungin nomor….”, membuat website dan lain sebagainya.

Dengan demikian dapat mengurangi persepektif negatif, dan tidak terlalu mengganggu perjalanan bagi pengendara. Satu hal yang harus diingat, memungut shadaqah di jalan bisa dilakukan, jika tidak ada jalan lain, atau solusi-solusi di atas sudah dilaksanakan.

Menerima kritikkan saat ini adalah hal yang sulit bagi warga Indonesia, dan hal termudahnya adalah menerima pujian. Padahal sudah sangat jelas Rasulullah SAW beserta para sahabat sangat ingin dikritik, dan benci jika berlebihan dipuji. Maka rubahlah cara pandang, dan menilai segala sesuatu. Dengan begitu masyarakat yang sejahtera akan terwujud.

Penulis: Bahtera Hadi

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta