Mencegah Aksi Vandalisme: Antara langkah Persuasi dan Ancaman Hukuman

Opini, Sosial Budaya1521 Views
Foto: Istimewa

Vandalisme kini semakin mengkhawatirkan saja, buktinya rangkaian gerbong MRT yang belum resmi dioperasikan saja sudah menjadi sasaran aksi vandalisme. Kasus ini terjadi di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada hari Jumat tanggal 21 September 2018 sekitar pukul 07.30 WIB.Aksi vandalisme ini pertama kali diketahui oleh pihak kontraktor yang sedang melakukan patroli rutin.Pelaku melakukan aksi vandalisme tersebut pada badan luar kereta nomor tiga di rangkaian gerbong kereta kedelapan (K1 1 18 45) MRT Jakarta. Corporate Secretary Division Head MRT Jakarta, Tubagus Hikmatullah memberikan pernyataan bahwa pelaku diduga melakukan aksinya dengan memanjat dan melompati dinding Depo MRT Lebak Bulus.

Kemudian tubagus juga menjelaskan bahwa kereta MRT Jakarta yang terkena aksi vandalisme tersebut masih berstatus dalam tanggung jawab kontraktor karena masih dalam tahap pengujian dan belum diserahterimakan kepada PT MRT Jakarta. PT MRT Jakarta juga telah meminta kontraktor yang bertanggung jawab terhadap kereta dan juga area Depo untuk segera melakukan tindakan korektif dengan cara peningkatan keamanan serta langkah perbaikan yang diperlukan diantaranya dengan menambah jumlah personnel security, meningkatkan intensitas patrol untuk memastikan pengasawan di area tersebut, menambah CCTV dalam Depo MRT, dan meninggikan pagar depo di sisi-sisi yang dekat dengan area publik. Sebelum kasus di Depo Lebak Bulus ini, vandalisme sudah menjadi keprihatinan karena merusak keindahan tata kota, tidak hanya fasilitas umum saja melainkan kita juga dapat jumpai pada permukaan jalan, dinding bangunan di tepi jalan, jembatan, trotoar, tembok dan pagar rumah warga, tembok dan pagar perkantoran dan barang milik pribadi juga turut menjadi sasaran aksi vandalisme.

Menurut Lase (2003) vandalisme merupakan tindakan atau perilaku yang merugikan, merusak berbagai obyek lingkungan fisik dan dan lingkungan buatan, baik barang milik pribadi (private properties) maupun fasilitas umum (public amenities). Goldstein (1996) menyatakan bahwa vandalisme merupakan perilaku yang termotivasi adanya dorongan pada individu untuk melakukan pengrusakan pada benda-benda milik orang lain.

Selain kasus vandalisme terhadap kereta MRT tersebut, berikut merupakan beberapa kasus aksi vandalisme yang terjadi di Indonesia antara lain:

  1. Kasus underpass Mampang yang di Corat-coret, pelaku diduga peserta SOTR

Kasus ini terjadi pada Juni 2018, underpass Mampang-Kuningan, Jakarta Selatan, kembali dicorat-coret hal ini terlihat pada coretan dari cat pylox yang bertuliskan “Bukber.BOEDOET.106.” terpampang jelas di dinding underpass yang mengarah ke Kuningan. Sementara coretan di dinding underpass yang mengarah ke Mampang bertuliskan “53.SOTR.2018”.Corat-coret tersebut diduga dilakukan peserta sahur on the road atau SOTR.Hal tersebut diketahui melalui video yang diunggah oleh akun instagram @tmcpoldametro. Video tersebut menampilkan seorang laki-laki yang mengenakan topi sedang melakuan aksinya yakni mencorat-coret dinding, kemudian Laki-laki tersebut bergegas pergi dengan mengendarai sepeda motor setelah mengotori dinding underpass.

  1. Belum lama diresmikan, dinding tol Desari sudah dipenuhi coretan

Dinding tol Depok – Antasari menjadi sasaran aksi vandalisme.Padahal tol Depok – Antasari ini belum lama diresmikan oleh Presiden Joko Widodo aksi vandalisme ini menyebabkan dinding tol tampak kumuh dan tidak terawat.

  1. Kereta bandara menjadi sasaran aksi vandalisme

Salah satu kereta bandara yang terparkir di Stasiun Duri, Jakarta Barat, dicoret-coret oleh orang yang tak dikenal. “Ada dua rangkaian yang di coret-coret,” kata Kepala Humas PT. Railink Diah Suryandari. Ia menambahkan kejadian tersebut terjadi pada hari Rabu tanggal 10 Oktober 2018.

Masih banyak lagi kasus-kasus yang berkaitan dengan aksi vandalisme yang terjadi di Indonesia. Contoh-contoh kasus diatas hanyalah beberapa contoh daribanyaknya kasus yang ada, dari beberapa kasus yang ada kebanyakan aksi dari coret-coret tersebut dilakukan oleh remaja yang masih terikat dengan sekolah maupun sudah tidak lagi terikat dengan sekolah kemudian bukan hanya remaja saja yang menjadi pelaku aksi vandalisme, melainkan seseorang yang terbilang sudah dewasa juga menjadi pelaku aksi vandalisme.

Pasti ada penyebab serta alasan mengapa seseorang melakukan aksi vandalisme tersebut.Menurut survey yang dilakukan oleh penulis, sebanyak 57 responden menjawab pernah melihat aksi vandalisme baik secara langsung maupun tidak langsung. Atas dasar apa seseorang melakukan aksi vandalisme? Menurut survey yang dilakukan oleh penulis, dengan 62 respoden banyak responden yang menjawab alasan seseorang melakukan aksi vandalisme dikarenakan iseng, ingin meluapkan rasa emosi yang dirasakannya, supaya memiliki eksistensi terhadap kelompoknya, kurang diperhatikan orang tua, protes dalam bentuk coretan. Menurut Cohen (dalam Long & Burke, 2015) bahwa motivasi vandalisme ialah kekuatan atau dorongan yang ada pada individu untuk melakukan perusakan, mengganggu keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitar. Cohen (dalam Long & Burke, 2015) pun menjelaskan bahwa motivasi dalam melakukan vandalisme memiliki aspek-aspek, yaitu:

  1. Aspek motivasi dalam melakukan vandalisme yang berasal dari dalam diri individu (intrinsik) adalah untuk mencapai suatu tujuan tertentu, yaitu memperkenalkan suatu ideologi, kemudian motivasi untuk mendapatkan kenikmatan dengan memberikan gangguan pada orang lain, atau merasa terhibur saat menghancurkan benda milik orang lain, dan motivasi untuk menunjukkan dan mendemonstrasikan kemampuan yang dia miliki, dan bukan bertujuan untuk mengganggu orang lain.
  2. Aspek motivasi dalam melakukan vandalisme yang berasal dari luar diri individu (ekstrinsik) adalah untuk mendapatkan uang atau benda seperti penempelan iklan, spanduk, poster atau bentuk-bentuk pemasaran yang merusak lingkungan, mendapatkan tanggapan dari orang-orang yang melihat hasil vandalisme yang dibuat pada fasilitas umum, dan motivasi untuk membalas dendam atau menyerang kelompok lain secara fisik dan meteri karena pengaruh ajakan kelompok teman.
Baca Juga  Peran Komite Sekolah dalam Mendukung Program dan Kegiatan Belajar Mengajar

Sedangkan pendapat dari seorang psikolog Bapak Adib Setiawan, M.Psi mengatakan bahwa seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan vandalisme karena pelaku ingin eksistensinya diakui oleh lingkungan sekitarnya. Setelah melakukan kegiatan vandalisme dengan berbagai faktor dan pemicu seseorang memiliki persepsi tersendiri yaitu seseorang akan merasa senang dan puas karena eksistensinya dapat diakui oleh lingkungannya. Akan tetapi lain halnya bagi pelaku yang usianya sudah diatas 17 tahun, mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan vandalisme karena mereka melihat aksi yang mereka lakukan ini adalah sebuah seni. Mereka memiliki anggapan bahwa sebuah seni itu perlu di ekspresikan sehingga seni tersebut dapat memiliki nilai estetika yang baik dan dapat dinikmati keindahannya oleh masyarakat.

Tanggapan penulis perihal aksi vandalisme tersebut adalah “sebenarnya aksi tersebut masuk kedalam karya seni, akan tetapi hal itu tidak dilakukan pada tempatnya, mereka (para pelaku) salah sasaran dalam menuangkan kreatifitas mereka.”

Terkait semakin maraknya aksi vandalisme yang terjadi di Indonesia, maka sangat dibutuhkannya sanksi hukuman yang tegas dalam mengatasi aksi tersebut.Namun beberapa hukuman yang di tegakan belum terealisasi secara maksimal, artinya hukuman tersebut belum menimbulkan efek jera terhadap perbuatan yang dilakukannya. Bayangkan, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam menanggulangi aksi tersebut? dilansir dari akun youtube BeritaSatuTV dengan narasumber kriminolog dari Universitas Indonesia Bapak Erlangga Masdiana menyampaikan bahwa kecenderungan seseorang untuk melakukan vandalisme karena keinginan seseorang untuk menunjukan siapa dirinya serta tempat sasaran yang berlokasi strategis, dijadikan sebagai tolak ukur kehebatan antar pelaku. Berkaitan dengan aturan hukum terhadap pelaku vandalisme, ia mengatakan bahwa “Ya memang jika menggunakan Peraturan Daerah nomor 8 cenderung bahwa yang melakukan penindakan adalah peranan dari Satpol PP, sedangkan Satpol PP ini tidak memiliki kekuatan untuk menerapkan hukuman yang kuat biasanya dalam penanggulan, para pelaku hanya dikumpulkan kemudian dimasukan kedalam panti rehabilitasi. Menurut saya itu kurang perlu adanya keterlibatan dari pihak kepolisian ini kan konteksnya dalam pidana juga.” Ia juga menjelaskan mengenai faktor pendukung untuk menciptakan efek jera terhadap pelaku yaitu adanya kepastian hukum. Dalam hal ini peranan dari pihak aparat sangat diutamakan, tanpa pandang bulu mereka harus segera mengambil tindakan yang tentunya harus ada legalitas karena vandalisme masuk kedalam bentuk pelanggaran. Kemudian dalam hal ketentuan-ketentuan hukum yang diatur oleh pemerintah daerah mengenai isi dari Peraturan Daerah tentang ketertiban umum ini tidak mengatur tentang coret-mencoret akan tetapi berkaitan dengan soal bagaimana seseorang tidak boleh berjualan dan parkir di sembarang tempat. Bapak Erlangga Masdiana berpendapat bahwa sanksi hukuman terkait vandalisme harus diperberat.

Berdasarkan survey yang dilakukan penulis, sebanyak 56 responden berpendapat bahwa solusi yang tepat untuk mengurangi aksi vandalisme yaitu dengan cara memberikan penyuluhan misalnya di sekolah-sekolah dan lembaga sosial lainnya bahwa tindakan semacam itu tidak boleh untuk dilakukan karena dapat merusak estetika, lebih memperbanyak fasilitas yang mendukung para pelaku vandalisme agar mereka memiliki ruang untuk berekspresi dan lebih mempertegas kembali sanksi yang diberikan kepada pelaku.

Oleh karena itu, diperlukan lagi penegakan hukum yang pantas terhadap pelaku aksi vandalisme agar mereka jera terhadap perbuatannya yang merusak keindahan tata kota. Marilah kita bersama-sama memelihara tata kota yang Tuhan telah berikan.

Penulis: Maharani Aliefya Rachim.

Mahasiswi STIKOM LSPR – JAKARTA