Andaikan Bisa Merasakannya, Niscaya Engkau Akan Tetap Lebih Memilih Di Rumah Saja

Andaikan Bisa Merasakannya, Niscaya Engkau Akan Tetap Lebih Memilih Di Rumah Saja

 

Aod Abdul Jawad, S.T., M.M.*

 

Beberapa minggu ini selepas dari hari raya Idul Fitri, masyarakat mulai melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya disamping Pemerintah pusat dan daerah sebagian masih memberlakukan aturan PSBB yang sebagian lagi sudah mulai melonggarkannya. Terlepas dari usaha pemerintah di seluruh dunia yang terus mengupayakan dengan beberapa alternatif dan upaya agar seluruh lapisan masyarakat dapat terhindar dari serangan virus ini. Namun di setiap harinya, angka kasus terinfeksi virus ini masih terus bertambah terutama di negara kita tercinta Indonesia.

Beberapa upaya dilakukan antara lain  mulai dari imbauan untuk menjaga jarak, karantina wilayah, selalu menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, minum vitamin C, sampai dengan sering mencuci sabun setelah melakukan aktivitas-aktivitas. Berbagai tes juga terus dilakukan untuk mendeteksi terpaparnya virus corona di tubuh seseorang dan kecenderung suatu wilayah apakah sudah terpapar atau belum sehingga akan berubah status wilayah menjadi zona merah jika terbukti banyak yang terpapar. Istilah-istilah dalam hal objek manusianya terdapat beberapa tingkatan seperti yang telah diketahui bersama yaitu (ODP, PDP, dan Pasien Covid-19). Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk diagnosis Covid-19 yaitu dengan test yang paling murah dan cepat yaitu Rapid test, kemudian ada test lanjutan yang mana biayanya masih cukup mahal karena masih terbatas peralatannya yaitu Swab test.

Pandemi covid-19 ini menjadikan masyarakat mengenal beberapa istilah baru, yang sebelumnya terdengar asing bagi mereka. Diantara istilah yang paling sering disebut adalah “Rapid Test” dan “Tes Swab”

Kemudian, apa itu Rapid-test? Rapid-test atau Rapid diagnostic test yang maknanya adalah tes diagnostik cepat. Sejatinya tes ini adalah digunakan untuk Screening (menjaring) pasien yang terinfeksi virus maupun bakteri bukan untuk diagnosis pasti positive Covid-19. Tes ini tidak spesifik pada satu jenis virus/bakteri, namun sangat membantu dalam penjaringan awal yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction). Pemeriksaan Rapid-test menggunakan prinsip kompleks Antigen-Antibodi (Darah pasien sebagai antigen, dan substandi antibodi berada di dalam alat ini). Rapid-test mendeteksi keberadaan antibodi IgM (Immunoglobulin M) dan IgG (Immunoglobulin G) yang ada pada darah pasien yang diambil dari ujung jari maupun darah vena.

Bagaimana Mengartikan Hasil dari Rapid-Test?

Hasil dari Rapid-test diistilahkan dengan Reaktif atau Non-reaktif. Konsekuensi hasil Reaktif dan Non-Reaktif. Apabila muncul 2 garis/strip pada alat tes seperti pada strip tes kehamilan. Strip/garis yang satu untuk menunjukkan reaksi Immunoglobulin (IgG atau IgM) dan garis yang satunya lagi adalah sebagai kontrol menunjukkan bahwa alat tersebut berfungsi. Hasil non-reaktif ketika hanya muncul satu garis yaitu garis/strip kontrol saja. Rapid-test reaktif ini menunjukkan sudah ada immunoglobulin di dalam darah  pasien artinya telah ada infeksi virus/bakteri, dan pada kondisi ini pasien wajib memberikan konfirmasi kepada pihak Rumah Sakit/Satgas Covid-19 untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu ” Tes Swab” atau pemeriksaan PCR/RT-PCR.

Hasil Rapid-test Non-reaktif menjukkan belum ada atau tidak ada immunoglobulin di dalam darah yang artinya tidak ada infeksi atau fase awal infeksi  atau juga infeksi telah berakhir. Jika hasil non-reaktif maka pasien diminta melakukan pemeriksaan ulang rapid-test  7-10 hari setelah rapid-test pertama dan tetap melakukan pysical distancing atau isolasi mandiri di rumah. Jika pemeriksaan kedua reaktif maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan Tes Swab, sedangkan jika pemeriksaan kedua non-reaktif maka pasien tetap melakukan pysical distancing selama 14 hari sesuai prosedur yang telah dikeluarkan oleh Tim Satgas penanganan Covid-19 Republik Indonesia.

Baca Juga  3 Polisi Berpose Injak Bangkai Hiu Terancam Dihukum

Tes Swab PCR (Polymerase Chain Reaction), disebut dengan “Swab” karena pengambilan sampel dilakukan dengan cara melakukan apusan/usapan pada rongga hidung bagian paling belakang dan pada tenggorokan. Pada Covid-19, tes ini digunakan untuk mengetahui keberadaan virus corona (SarsCoV-2).

Usapan dari rongga hidung bagian dalam atau tenggorokan kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan RNAnya (Ribonucleid acid) dengan komponen sel lainnya, setelah dihasilkan pure-RNA atau RNA murni dari virus maka dilakukan pemeriksaan menggunakan mesin PCR.

Mesin akan memproses dan mendeteksi urutan-urutan gen yang ada di dalam sampel virus tersebut sehingga akan terdeteksi apakah ada urutan-urutan gen penyusun virus SarsCoV-2 atau tidak, konsepnya seperti mendeteksi urutan-urutan gen yang ada di DNA manusia pada pemeriksaan DNA untuk kepentingan identifikasi keturunan/kekerabatan (Al Hijrah, 2020 : 2).

Pernahkah anda membayangkan betapa sakitnya pemeriksaan Swab test ini? Jangan pernah anda bayangkan dan jangan pernah anda berharap untuk merasakan Swab Test. Bisa dibayangkan ketika stik kecil sepanjang kurang lebih 10 cm harus masuk hidung tembus sampai tenggorokan. Apa yang terjadi? Anda jangan tanya rasa ngilu, dan hanya bisa meringis memejamkan mata untuk menahan sakit yang luar biasa, seolah kita ingin menangis, teriak, namun sambil menahan betapa sakitnya pemeriksaan Swab test ini.

Jangan sampai kita menyepelekan pandemi ini. Termakan oleh isu atau hoax yang beredar bahwa virus covid-19 ini adalah konspirasi global yang dibuat untuk mengacaukan dunia.

Jikalau memang ini adalah konspirasi, mana teknologi nuklir yang digadang-gadang sebagai teknologi canggih yang bisa membasmi apa saja, virus covid-19 yang ukurannya mikron ini tidak mampu dilawan oleh nuklir, bahkan penyebaran virus ini yang sangat masiv menyebar keseluruh penjuru dunia.

Jangan pernah anda bandingkan jumlah kematian covid-19 dengan kematian akibat bencana alam atau kecelakaan. Memang sah-sah saja kita membandingkan jumlah kasus kematian antar penyakit dengan penyakit lainnya atau kasus satu dengan kasus lainnya. Misalkan kematian akibat pandemi covid-19 dengan kematian akibat kecelakaan ataupun bencana alam, tentunya perbandingan ini tidak sama dasarnya, berbeda jika kita membandingkan dengan kasus SARS maka jumlah kematian bisa kita bandingkan karena dasarnya sama. Membandingkan wabah ini dengan kematian akibat bencana alam dengan tujuan meremehkan suatu wabah adalah sebuah pemikiran yang sangat tidak bijak dan tidak smart tentunya. Kejadian kecelakaan dengan wabah ini memang sama-sama sifatnya yang mendadak dan sangat cepat, namun berbeda sekali prosesnya. Bencana alam atau kecelakaan tidak menular, namun wabah ini menular dan sangat masif. Sehingga dalam menangani wabah ini, bagaimana caranya agar bisa memutus mata rantai penularan, sehingga yang sudah terjangkit bisa fokus untuk dilakukan perawatan dan pengobatan.

Kita jangan pernah merasa aman ketika didaerah sekitar anda belum ada yang meninggal akibat wabah ini. Bersyukurlah bahwa daerah anda aman belum ada yang terinfeksi. Perlu di ingat dan dicamkan bersama bahwa virus ini datang tidak pernah diundang apalgi minta izin untuk menginfeksi maka kita tidak boleh meremehkannya. Tetap patuhi protokol kesehatan dan ikuti petunjuk ahlinya, jangan sekali-kali sebuah perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Para Pakar Kesehatan telah sepakat bahwanya cara untuk menghentikan wabah ini dengan cara Sering cuci tangan dan  tetap di rumah.***

 

*Penulis Adalah Dosen Teknik Industri Universitas Pamulang

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *