Menyikat Pungli Tangsel
Oleh : Arif Wahyudi, ME., AK., CA.*
Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi membuat gebrakan menyikat pungutan liar (pungli). Gebrakan ini diawali dengan pidato Presiden yang memperingatkan pelaku praktek pungli yang langsung ditindaklanjuti keesokan harinya oleh Kepolisian RI dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan. Peringatan yang ditindaklanjuti dengan aksi nyata ini menggegerkan segenap negeri.
Gebrakan ini kemudian ditindaklanjuti segenap jajaran birokrasi dari Pusat hingga Daerah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menyatakan telah memecat 24 PNS di lingkupnya karena pungli. Mendagri juga memperingatkan jajaran Pemda se-Indonesia untuk menjauhi pungli. “Pemerintah tegas, Pejabat Pemda pungli langsung pecat”. Menteri PAN RB menyatakan ASN yang terbukti melakukan pungli sanksi yang tepat adalah pemecatan.
Gubernur Jawa Tengah telah memecat satu pegawai yang terbukti melakukan pungli E-KTP. Gubernur Kaltara mengancam pecat pegawainya yang melakukan pungli, dan Gubernur Jawa Barat mendukung pemecatan yang dilakukan Walikota Bandung terhadap beberapa Kepala Sekolah yang terbukti melakukan pungli.
Beberapa Walikota juga kemudian menindaklanjuti gebrakan ini di daerahnya. Walikota Jambi memecat, menon-jobkan, menunda kenaikan pangkat beberapa pejabat setingkat eselon III karena melakukan pungli. Walikota Semarang memecat dua pejabat di tingkat dinas dan kelurahan karena melakukan pungli.
Beberapa Gubernur, Walikota, dan Bupati juga menyambut gebrakan ini dengan mengancam pecat pejabat bawahannya yang terbukti melakukan pungli. Walikota Tangerang Selatan juga mengancam akan menyikat bawahannya yang melakukan pungli.
Tekad menyikat pungli ini perlu didukung, agar masyarakat menerima layanan publik yang mudah, murah, dan cepat.
Pungli di Tangerang Selatan
Tekad Walikota Tangerang Selatan untuk menyikat bawahannya yang melakukan pungli adalah awal yang baik. Tekad ini juga sudah ditindaklanjuti dengan pembentukan Satgas Pemberantasan Pungutan Liar. Langkah ini didukung kalangan DPRD. Semangat dan kekompakan menyikat pungli ini perlu terus dikuatkan dengan strategi dan program yang sistemik, terstruktur dan massive. Supaya tidak kehilangan momentum, Walikota sebaiknya juga membuat program “quick win” sehingga gebrakan menyikat pungli dapat dilihat dan dirasakan masyarakat dengan segera.
Beberapa praktek pungli yang dapat dimasukkan dalam program “quick win” ini adalah pungli Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU), pungli di sekolah, dan pungli di sektor perhubungan.
Pungli SKDU sering dikeluhkan kalangan KADIN Tangerang Selatan. Biaya SKDU yang semestinya NOL Rupiah, dalam kenyataannya dibebani antara 500 ribu hingga 1,5 juta Rupiah.
Pungli di sekolah sering menjadi keluhan orang tua siswa, terutama pada momentum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pungli di sektor perhubungan di antaranya terindikasi dengan banyaknya tronton dengan muatan penuh parkir di ruas jalan sekitar Stasiun Rawa Buntu dari siang hingga tengah malam.
Menangkap dan menghukum bawahan yang melakukan pungli akan dipandang publik sebagai perbaikan internal yang menyehatkan. Kesan yang sebaliknya apabila oknum birokrat bawahan Walikota tertangkap OTT Aparat Penegak Hukum. Preseden buruk yang harus dijauhi.
Program “quick win” menyikat pungli adalah realisasi dari komitmen yang telah disuarakan. Dalam waktu segera, kita dapat melihat hasilnya. Kekurangsempurnaan yang ada dalam program “quick win” adalah hal yang wajar. Evaluasi dan perbaikan terus menerus merupakan pola menuju perbaikan layanan publik Pemkot. Namun tanpa program “quick win” momentum ini berpotensi hilang, dan kata-kata akan kehilangan makna.
Wallahu ‘alam.
*Penulis adalah Wakil Ketua Orda ICMI Tangerang Selatan