Pancasila dan UUD ’45 yang Asli Adalah Manifestasi Perjuangan Politik Rakyat Memiliki Negara

Oleh: Yudi Syamhudi Suyuti *

Perjuangan politik rakyat merupakan perjuangan menempatkan kedudukan rakyat sebagai pemilik negara yang sesungguhnya dan sebenar-benarnya.

Begitu banyak persoalan sektoral dalam masyarakat Indonesia yang diperjuangkan oleh kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi kerakyatan.

Diantaranya persoalan sektoral tersebut, menyangkut umat beragama (berkeTuhanan YME), buruh, petani, masyarakat adat, nelayan, lingkungan hidup, pendidikan, ekonomi, keamanan dan berbagai persoalan sektoral termasuk kedudukan rakyat pribumi, rakyat Indonesia dan masyarakat pendatang yang menjadi warga negara (kependudukan).

Pesoalan-persoalan sektoral ini, begitu sulit diselesaikan untuk benar-benar mencapai kedudukan rakyat sebagai pemilik negara, sesuai kondisi negara modern ke-Indonesia-an.

Kesulitan ini terjadi karena persoalan-persoalan sektoral tersebut diperjuangkan secara sporadis dan tidak membentuk sebuah pola perjuangan vertikal secara menyatu, yaitu perjuangan dari bawah ke atas dalam arus yang mengerucut.

Yudi Syamhudi Suyuti. (sumber foto: TangselMedia)

Disinilah kita memerlukan garis sebuah perjuangan progresif bersama yang beranjak dari kekuatan rakyat untuk mencapai kedudukan memiliki negara. Kedudukan ini adalah bentuk kedaulatan berada di tangan rakyat, sebagai manifestasi Negara Kerakyatan.

Keputusan kedaulatan negara berada di tangan rakyat merupakan konsensus dari kontrak sosial sebuah republik atau negara modern. Termasuk yang terjadi pada Republik Indonesia dengan ditetapkannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, sebagai negara modern hasil proklamasi 17 Agustus 1945, dimana kedaulatan di tangan rakyat berada dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan rakyat ini ditetapkan dalam Pasal 1 ayat 2, UUD ’45.

Akan tetapi setelah terjadinya reformasi, kedudukan rakyat sebagai pemilik negara didegradasi melalui amandemen UUD menjadi UUD 2002 yang merubah pasal 1 ayat 2 menjadi kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat dan diatur oleh undang-undang.

Sementara undang-undang yang mengatur hak-hak rakyat merupakan undang-undang neo liberalisme dan mengandung sifat imperialisme yang menguntungkan kaum oligarki, mafia dan asing dengan 160-an undang-undang dihasilkan oleh UUD 2002.

Baca Juga  Sawangan Menuju Jalan Dewi Sartika Macet, Karena Truk Tangki BBM Mogok

Sehingga kedudukan rakyat sesungguhnya berada dibawah negara sebagai pelaksana undang-undang yang negaranya merupakan kaki dari kepentingan asing dan dijalankan oleh kelompok oligarki. Kelompok oligarki ini terdiri dari para konglomerat, ketua-ketua partai dan para pemodal.

Oleh karena itu, untuk mencapai perjuangan-perjuangan dari berbagai sektor diperlukan satu langkah penyatuan kekuatan rakyat dalam penyatuan satu garis perjuangan. Dengan capaian kedudukan rakyat sebagai pemilik negara yang sesungguhnya, dimana MPR menjadi representasi negara kerakyatan, yaitu menjadi lembaga tertinggi negara.

Posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara ini adalah posisi lembaga yang diduduki oleh perwakilan-perwakilan rakyat dan utusan-utusannya dari seluruh sektor-sektor perjuangan rakyat.

Dalam sila ke-4 Pancasila, Negara Indonesia dapat diartikan sebagai Negara Kerakyatan yang berwujud Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertingginya.

Dari realita yang terjadi sekarang, dimana rakyat sengaja digagalkan oleh kelompok oligarki untuk memiliki negaranya, maka diperlukan usaha bersama menyatukan semua kekuatan rakyat dalam perjuangan bersama.

Perjuangan rakyat yang dibangun melalui garis perjuangan sesuai cita-cita proklamasi dengan menyatukan seluruh sektor perjuangan rakyat, yaitu sebuah perjuangan mengembalikan Pancasila dan UUD ’45 asli (sebelum amandemen, red.) sebagai dasar negara. Sehingga rakyat benar-benar memiliki negara Indonesia sepenuhnya yang dibangun dari bawah ke atas dan Indonesia sebagai negara, tetap eksis dan maju dengan cepat. Selain itu, rakyat dapat terlibat langsung dalam proses bernegara atas kepemilikannya melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. (HJD)

 

*Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia