TangselMedia – Polisi Usut Perkara Dugaan Pungli di SDN di Tangsel, Kepolisian Tangerang Selatan (Tangsel) akan melakukan gelar perkara kasus dugaan pungutan liar (pugli) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Pucung 2, Tangerang Selatan. Kasus itu bermula dari aduan Rumini (44), yang pernah mengajar di sekolah itu.
Rumini kemudian dipecat karena getol mempersoalkan adanya pungli tersebut. Kasat Reskrim Polres Tangsel AKP Muharam Wibisono mengatakan, sejauh ini penyidik sudah memeriksa dan mengumpulkan keterangan para saksi, seperti kepala sekolah serta guru-guru di SD tersebut.
Hal itu diungkap Rumini setelah mengetahui bahwa biaya tersebut seharusnya sudah masuk dalam dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan dana Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDA).
Polisi Usut Perkara Dugaan Pungli di SDN di Tangsel – Rumini, guru honorer berusia 44 tahun yang dipecat karena membongkar dugaan pungutan liar atau pungli, mengungkapkan pendekatan dari Inspektorat Kota Tangerang Selatan untuk menuntaskan masalah ini dengan jalur “kekeluargaan.”
Rumini dipecat oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel pada 3 Juni 2019 setelah membongkar pungli di tempatnya bekerja, SDN Pondok Pucung 02 pada Mei 2018. Dinas menyebut Rumini melakukan indisipliner berdasarkan bukti-bukti yang disodorkan kepala sekolah.
Rumini sebelumnya adalah guru Ekstrakuriuler tari tradisional. Setelah tujuh tahun bekerja barulah dia diangkat menjadi guru Bidang Studi Kesenian untuk Kelas 1 dan 6. Rumini mengatakan dirinya sempat merasa tertekan dengan “pendekatan” dari Inspektorat. Namun, dia tidak patah semangat untuk membongkar pungli SD Negeri Pondok Pucung 02 dengan alasan sudah separuh jalan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangsel Taryono berjanji mengkaji temuan Rumini tentang pungli. “Kami melibatkan banyak pihak, termasuk Inspektorat dalam tim investigasi. Dengan begitu saya memastikan hasilnya akan transparan dan tak bisa ditutup-tutupi,” katanya.
Polisi Usut Perkara Dugaan Pungli di SDN di Tangsel – Dia menuturkan bahwa ada pungutan uang kepada para wali atau orang tua murid untuk pengadaan buku paket dari kisaran Rp 230 ribu sampai Rp 360 ribu per siswa. Ada pula pungutan dana laboratorium komputer serta dana kegiatan sekolah yang harus disetorkan oleh orang tua siswa. Bahkan biaya pemasangan infocus pun dijadikan pungutan. Padahal, menurut Rumini, semua biaya pendidikan sudah dipenuhi dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Dia menjelaskan bahwa dana komputer dari negara sebesar Rp 20 ribu per bulan tiap siswa dan uang kegiatan Rp 130 ribu per tahun. Kegiatan tersebut antara lain seperti Hari Kartini dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Setelah mengetahui banyaknya pungutan, Rumini mencari data anggaran pendidikan lewat komputer milik sekolah. Dia menemukan dokumen anggaran pendidikan dari BOS dan BOSDA. Rumini juga menemukan tumpang tindih antara anggaran BOS dan BOSDA. Dia kemudian mempertanyakan kebijakan pungutan kepada pimpinan SDN Pondok Pucung 02 Tangsel.
Polisi Usut Perkara Dugaan Pungli di SDN di Tangsel – Rumini menuturkan bahwa sejak dia mempersoalkan pungli pada awal 2018 muncul permintaan dari berbagai pihak di SDN Pondok Pucung 02 Tangsel agar dia mengundurkan diri. Dia mengabaikan tekanan tersebut. Bahkan, Rumini menyatakan siap meninggalkan sekolah setelah tak ada lagi pungli terhadap orang tua murid. “Saya dilantik oleh Dinas, dan saya juga mau diberhentikan oleh Dinas. Karena itu bukan hak pihak sekolah. Selain itu juga saya akan keluar jika sudah ada dampaknya, yakni tak ada lagi pungli terhadap orang tua murid.”
“Setelah ini polisi akan lakukan gelar perkara. Untuk keterangan terakhir sudah kami dapatkan untuk arahnya ke mana setelah ini kami berikan,” kata Muharram melalui pesan singkatnya, Rabu (4/9/2019). Hasil pemeriksaan pihak Inspektorat Tangsel telah mengerucut pada adanya kesalahan yang terjadi di SDN 02 Pondok Pucung.
Namun Muharram mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum melihat hasil penyelidikan Inspektorat. Rumini merupakan mantan guru di SDN Pondok Pucung 2. Ia telah dipecat pihak sekolah. Pemecatan dilakukan setelah Rumini memperotes adanya dugaan pungli atau kebijakan pembiayaan yang memberatkan siswa di sekolah tersebut. Dugaan pungli tersebut antara lain keharus membeli buku paket, uang peraktik komputer, hingga biaya instalasi infokus yang ditanggung murid.