Fenomena Inang-Inang, Si Penjaja Uang Receh Saat Idul Fitri

Lifestyle997 Views
Fenomena Inang-Inang, Penjaja Uang Receh Saat Lebaran
detik.com

TangselMedia – Lahirnya ‘Inang-inang’ menjadi salah satu fenomena unik yang ada di Jakarta. Meski Jakarta bukan Tanah Batak, namun sebutan ‘inang-inang’ akrab di telinga masyarakat Jakarta, khususnya saat menjelang hari raya Idul Fitri. Inang-inang adalah sebutan untuk mereka yang menawarkan jasa penukaran uang receh di pinggir jalan. Sebutan inang-inang disematkan kepada mereka lantaran orang-orang ini umumnya adalah wanita paruh baya (ibu-ibu) yang berasal dari Sumatera Utara.

Sepatu kets, celana jeans, baju kaos lengan panjang, penutup muka dan topi, lengkap dengan sarung tangan dan segepok uang pecahan yang sudah dibungkus rapi dengan plastik. Itu adalah ‘kostum’ yang membuat kita dapat mengenali mereka dengan mudah. Penasaran dengan sosok yang kerap dicari jelang Lebaran ini, detikFinance pun menemui langsung mereka di ‘markas besar’ nya di kawasan Kota Tua, Jakarta. Berikut ulasannya:

“Saya punya anak 6, sudah berumah tangga 4 orang. Sudah bisa saya pestain, ala kadarnya dari ini,” kata Irma (nama samaran), seorang ‘inang-inang’ yang saya temui di salah satu sudut kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (29/5/2019). Pengakuan Irma tersebut merupakan salah satu buah dari pekerjaan yang telah dilakoninya selama 20 tahun lamanya menjadi seorang ‘inang-inang’. Wanita paruh baya kelahiran Balige, Sumatera Utara tersebut mengaku menggantungkan hidupnya sebagai ‘bank berjalan’ khusus penukaran duit sejak suaminya pensiun bekerja.

“Kalau saya karena suami saya sudah pensiun, jadi istilahnya inilah pencarian saya. Inilah kerja saya jadinya. Sudah hampir 20 tahun saya kerja begini,” kata Irma. Menjual jasa penukaran uang dilakoninya sehari-hari karena kebutuhannya juga terus ada. Selain menjelang Lebaran, Irma juga menawarkan penukaran uang untuk hari-hari biasa yang umumnya dipakai oleh para pengusaha kelontong, pertokoan hingga hajatan.

Namun Lebaran; seperti maknanya, bulan penuh berkah juga menjadi berkah tersendiri bagi Irma. Di masa menjelang hari raya Idul Fitri, penukaran uang, kata dia menjadi musim panen. “Ibaratnya inilah musim panennya,” kata dia. Dalam sehari, Irma biasanya berhasil menukarkan uang hingga Rp 10 juta, bahkan bisa lebih besar lagi. Tergantung rezeki katanya.

Irma bilang uang receh yang disediakannya berasal dari ‘bos’ yang mempunyai sumber stok uang lebih banyak. Untuk nominal Rp 1 juta misalnya, dia bisa membeli hanya dengan menambahkan uang Rp 20 ribu. Jika ditukarkan lagi, tentu uang yang dia dapat bisa lebih banyak lagi. “Sekarang sudah Rp 35.000 (harga belinya untuk Rp 1 juta) karena besok sudah libur. Nanti hari senin bisa lebih mahal lagi. Tergantung keluarnya dari bos-bos,” kata Irma.

Irma mengaku uang receh yang ditawarkannya seluruhnya adalah uang asli. Dia bilang, selama uang yang ditawarkannya adalah uang asli, maka tak ada kekhawatiran baginya untuk menawarkan jasa penukaran uang tersebut. Bisanya para ‘inang-inang’ ini mulai menjajakan ‘dagangannya’ tersebut mulai dari pagi pukul 07.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB malam. Namun bagi Irma yang sudah 20 tahun menjadi kas berjalan tersebut, memangkas waktu bekerjanya hingga pukul 18.00 WIB saja.

Irma telah 20 tahun menjadi penjual uang receh alias ‘inang-inang’ di Jakarta. Pekerjaannya tersebut telah membawanya berhasil bertahan hidup dan membesarkan anak-anaknya di ibu kota. Dia bilang awalnya ia bekerja menjadi penukar uang receh lantaran diajak oleh temannya yang lebih dulu melakoni profesi serupa. Jasa penukaran uang receh dilakukan lantaran bank saat itu memiliki keterbatasan waktu penukaran uang.

Lokasi Kota Tua sendiri identik dengan ‘markas’ inang-inang lantaran aktivitas penukaran uang dari inang-inang berawal dari lokasi di dekat Museum Bank Indonesia (BI) yang ada di Kota. “Karena dulu kan kita nukarnya di BI (sekarang museum BI) ceritanya. Ya begitulah seterusnya. Waktu masih aktif (museum BI) kan dulu di sini (penukaran uang). Eh ternyata ada yang nyari. Karena siang mereka sudah tutup,” katanya.

Alhasil, bisnis yang dijalankan pun berlanjut hingga menjadi pekerjaan sehari-hari. Jasa penukaran uang juga dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan para pengusaha kelontong, pertokoan hingga hajatan. “Kalau hari biasa toko-toko atau yang pesta-pesta,” kata Irma. Kini jasa inang-inang semakin marak. Tak cuma ibu-ibu, para pria juga ada yang menawarkan jasa serupa. “Biasanya itu kerabat-kerabatnya (inang-inang) juga. Anaknya atau saudaranya,” kata Irma.

Baca Juga  Suka Ngemil? Berikut Waktu Ngemil Sehat Yang Benar

Bisnis penukaran uang ini bukan tak menggiurkan. Meski harus panas-panasan di pinggir jalan, terkena debu dan polusi ibu kota, namun untungnya ternyata lumayan juga. Tina contohnya, penjaja penukaran uang receh yang berlokasi di kawasan Kota Tua, Jakarta ini sudah berhasil menjual Rp 3 juta uang recehnya dalam waktu satu jam saja. Padahal modal yang dia butuhkan praktis cuma Rp 60 ribu saja.

Untuk Rp 1 juta, Tina bisa menukarkannya dengan menambahkan Rp 20.000 saja kepada ‘bos’ yang menyediakan stok uang pecahan. Jika uang yang ditukarkan Rp 100.000 dihargai 110.000, maka Tina bisa berhasil mengeruk keuntungan Rp 100.000 dari modal Rp 20.000 untuk membeli uang pecahan Rp 100.000 tadi. Sementara Irma, mengaku bisa menjual uang hingga Rp 100 juta pada momen Lebaran. Dari situ, untung yang dia peroleh bisa mencapai Rp 10 juta.

“Bisa segitu (Rp 10 juta,” katanya. Namun demikian, para ‘inang-inang’ ini biasanya harus berjuang lebih keras semakin dekat ke Lebaran karena biasanya harga beli uang yang ditukar semakin tinggi.

“Sekarang sudah Rp 35.000 (fee beli Rp 1 juta) karena besok sudah libur. Nanti hari senin bisa lebih mahal lagi. Tergantung keluarnya dari bos-bos,” katanya. Bisnis penukaran uang juga semakin sengit lantaran titik penukaran uang kian banyak disediakan dari tahun ke tahun. Tahun ini saja, BI menyiapkan layanan penukaran uang di 2.895 titik di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di daerah terdepan, terluar dan terpencil. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 1.776 titik.

Namun tetap saja penukaran uang di ‘inang-inang’ punya keunggulan lebih. Selain nominal uang yang ditukar tak punya batasa, menukar di ‘inang-inang’ juga tak perlu antre dan terhalang waktu. ‘Inang-inang’ akan terus ‘menjual’ uangnya hingga Lebaran nanti sampai stoknya habis sementara bank punya masa tertentu. “Kalau masih ada barang ya kita terus,” kata Irma.

Menjadi ‘inang-inang’ penjual uang pecahan tak selamanya menyenangkan. Meski bisa mendapatkan untung lebih dalam waktu singkat, menjadi ‘inang-inang’ ternyata juga punya risiko buntung. Seperti yang disampaikan Irma, seorang ‘inang-inang’ penyedia jasa penukaran uang receh di kawasan Kota Tua, Jakarta. Dia bercerita pernah sempat seperti dihipnotis saat sedang melayani seorang pembeli. Yang harusnya mendaptkan untung, dia malah tekor Rp 1 juta karena memberi lebih banyak.

“Saya sudah mau nangis waktu itu,” katanya kepada detikFinance, Rabu (29/5). Tak hanya itu, dia juga pernah hampir tertipu oleh sekawanan orang yang berusaha mengelabuinya saat sedang ‘berdagang’ uang receh. Dompet yang ada di dalamnya sempat hampir raib oleh sang pelanggan namun akhirnya berhasil digagalkan.

“Tapi waktu itu saya nggak sampai teriak copet,” katanya. Selain itu, para ‘inang-inang’ yang berjualan uang receh tersebut juga beresiko mendapatkan uang palsu dari pelanggan. Hal ini kata dia sempat dialami salah seorang rekan kerjanya tahun lalu.

“Teman kita ada yang dapat uang palsu,” katanya. Irma sendiri menjamin uang receh yang ditawarkannya adalah uang asli. Dia bilang, selama uang yang ditawarkannya adalah uang asli, maka tak ada kekhawatiran baginya untuk menawarkan jasa penukaran uang tersebut.

Meski demikian, dia juga menikmati pekerjaan sebagai ‘inang-inang’. Buktinya, pekerjaan ini sudah dilakoninya dalam 20 tahun hingga kini dia telah memiliki empat orang cucu. “Kalau kita untung, itu lah sukanya. Misalnya kita jual 10 juta berapa, dikasih fee Rp 1 juta, nggak ditawar. Itulah sukanya,” kata dia.

(eds/dna)