Menakar Eksistensi Partai Islam pada Pilkada Tangerang Selatan
Oleh
Adi Budiman Subiakto (GP Ansor Tangerang Selatan)
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015, keadaan hampir tidak jauh berbeda dengan demam piala dunia. Perhelatan akbar di 269 daerah kini mulai membius perhatian dalam dunia politik. Bahkan masyarakat yang daerahnya tidak menjadi peserta pilkada pun terserang demamnya. Tentu dapat dibayangkan euphoria yang terjadi di daerah yang akan mengadakan pilkada, tak terkecuali di Kota Tangerang Selatan.
Sejak melepaskan diri dari Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan berdiri sebagai kota yang berkembang pesat terutama dalam pembangunannya. Meskipun usianya baru menginjak 6 tahun, salah satu kota penyangga Jakarta ini pun nampak selalu memiliki kemolekan politik tersendiri. Dengan pertumbuhan pembangunan yang hampir menyamai kota Jakarta, Kota Tangerang Selatan akhirnya memiliki daya tarik dalam bidang politik.
Pada batas penutupan pendaftaran pilkada (28/8/2015), KPUD Kota Tangerang Selatan telah mengumumkan tiga calon pasangan Walikota dan Wakil Walikota yang berhak mengikuti Pilkada Kota Tangerang Selatan. Pasangan Ikhsan Modjo – Li Claudia Candra mendapatkan nomor urut 1, pasangan Arsyid – dr. Elvier mendapatkan nomor urut 2, sementara pasangan incumbent Airin – Benyamin mendapatkan nomor urut 3.
Hiruk pikuk pilkada kini memasuki babak baru. Setelah penetapan calon dan pengundian nomor urut, para calon mulai sibuk menggalang dan memobilisasi massa. Hingga saat ini, partai-partai sudah menjatuhkan pilihannya terhadap tiga pasangan ini. Pasangan nomor urut 1 diusung partai Demokrat dan partai Gerindra. Sedangkan pasangan nomor urut 2 maju bersama PDIP dan Partai hanura. Pasangan nomor urut 3 memantapkan diri dengan koalisi gemuknya yaitu partai Golkar, partai NasDem, PKB, PKS, PAN, dan PPP
Jika menengok pemilu 2014 lalu, peta politik di Kota Tangerang Selatan sendiri memang dikuasai oleh partai-partai Nasionalis. Terlihat dari posisi tiga besar di duduki oleh tiga partai Nasionalis yakni partai Golkar, PDIP, dan partai Gerindra. Sementara partai berbasis Islam berada di posisi tujuh ke bawah dan hanya PKS yang masuk dalam lima besar.
Namun dalam Pilkada Tangsel ini, partai politik berbasis Islam rupanya cukup solid untuk mendukung pasangan Airin – Benyamin. Hal ini kiranya menarik, mengingat romantisme ini muncul di Pilkada Kota Tangerang Selatan setelah lama tak nampak dalam wacana berbagai pemilihan umum. Pada 2014 yang lalu misalnya, wacana poros Islam memang kembali dimunculkan, tetapi dengan terang PKB menolak wacana poros Islam tersebut. Poros Islam pernah mencapai kejayaan ketika tahun 1999 dan mengantarkan KH. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden ketika itu. Namun, kejayaan poros Islam tidak berlangsung lama dan seiring berjalannya waktu koalisi poros Islam semakin tenggelam oleh arus politik.
Relasi Islam dan politik akhirnya memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Selain karena Islam menjadi mayoritas di Indonesia, juga karena aspirasi politik Islam tidaklah bersifat homogen. Menurut Ahmad Fuad Fanani dalam Jurnal Ma’arif Institute Volume 8 Edisi Desember 2013, ada dua kutub politik Islam di Indonesia, Islam Formalis dan Islam Substantif. Islam Formalis lebih mengedepankan diterapkannya Syariat Islam di Indonesia, sementara Islam Substantif lebih mengedepan pemahaman dan aspirasi politik Islam yang lebih moderat. Terbaginya dua kutub Islam ini akhirnya yang menjadikan sulitnya penyatuan aspirasi politik umat Islam.
Poros Islam bisa menjadi kekuatan utama jika persatuannya bersifat aliansi. Aliansi poros Islam akan lebih kuat dibandingkan koalisi. Jika koalisi hanya mengedepankan kekuasaan dan pragmatisme politik, aliansi akan lebih mengedepankan nilai dan tujuan politik bersama. Sehingga nantinya poros Islam ini dapat memiliki Political Will yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Selain itu, aliansi ini akan membawa persatuan Islam. Seperti yang dikatakan KH. Wahab Chasbullah, tokoh NU,bahwa tidak ada senjata yang lebih tajam dan lebih sempurna lagi selain persatuan. Hal ini yang menjadi cerminan akan Islam sebagai rahmat dengan membawa persatuan dan nilai nilai yang Islami. Tentunya aliansi akan terbangun apabila pembentukan poros ini atas dasar kepercayaan terhadap calon yang diusung berdasarkan nilai-nilai dasar yang Islami.
Sekali lagi, hadirnya poros Islam ini menjadi harapan baru akan persatuan umat Islam, khususnya Tangerang Selatan. Selain itu, aspirasi umat Islam yang awalnya terpecah dan tak terarah berdasarkan pragmatisme politik, dengan poros Islam ini diharapkan bisa merangkumnya dan menyuarakan dengan satu suara. Poros Islam juga harus mampu mewujudkan visi “religius” Kota Tangerang Selatan terlepas menang atau kalahnya kandidat yang diusung. Visi “religius” diwujudkan dengan harmonisasi kehidupan beragama di Kota Tangerang Selatan.