Menimbang Perppu No.1 Tahun 2020 Secara Konstitusional

Opini1393 Views

Menimbang Perppu No.1 Tahun 2020 Secara Konstitusional

Oleh : Isnu Harjo Prayitno

Penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan, menuai kontroversi bagi sebagian kalangan pemerhati hukum baik dari aktivis maupun akademis. Diantara pemicunya adalah secara prosedur pembentukan maupun konten materinya dianggap tidak memenuhi kaidah dan substansi untuk penangan pandemi Covid-19 yang benar. Sehingga eksistensi Perppu No. 1 Tahun 2020 ini perlu dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan Judicial Review.

Mungkin bagi sebagian masyarakat awam menganggap buat apa sih di permasalahkan sampai diajukan Judicial Review ke MK segala? Karena pemerintah sedang berusaha untuk mengatasi pandemic Covid-19 ini secara konstitusional, ada aturan hukum sebagai panduannya dalam bergerak. Pemerintah sudah mencoba menyeimbangkan antara kemampuan ekonomi pemerintah, kondisi makro dan mikro ekonomi yang ada, kondisi sosial budaya masyarakat dengan penanganan yang efektif terhadap pandemi Covid-19.

Namun bagi pemerhati hukum, pemerintah dalam penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020 tidak perlu juga sampai mengabaikan kaidah-kaidah hukum yang ada. Tugas Pemerintah memang diamanatkan untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan dasar yang terjadi pada rakyatnya. Apatah lagi permasalahan pandemic Covid-19 ini sudah menjadi permasalahan global yang sangat mengkhawatirkan. Jika pemerintah terbiasa dengan menabrak kaidah-kaidah hukum dalam pembentukan Perppu No.1 Tahun 2020 maka sejarah akan mencatat terhadap penyimpangan ini dan para sarjana hukum dianggap berdosa atas kelalaian ini.

Sampai disini kita menjadi maklum jika upaya sebagaian kalangan melakukan Judicial Review adalah untuk kepentingan dunia hukum dan rakyat dalam arti luas. Dalam era demokrasi dan juga nomokrasi, hal seperti ini adalah wajar saja. Perppu No.1 Tahun 2020 akan diuji keabsahannya secara konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi sesuai dengan pasal 24C UUD NRI 1945 dan turunannya pada UU No. 24 Tahun 2003 kemudian mengalami perubahan dengan UU No.8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

Kemudian akar masalahnya dimana sehingga Perppu No.1 Tahun 2020 ini harus di Judicial Review-kan? Secara prosedur yang mencuat diantaranya yaitu mengabaikannya UU lain terkait karantina akibat bencana, keuangan negara dan asas-asas pemerintahan yang baik. Kemudian secara materi muatan adalah diantaranya pertama; menyalahi pasal 20 dan 23 UUD NRI 1945 tentang keuangan negara, kedua; menyalahi pasal 27 ayat1 dan Pasal 28D ayat 1 UUD NRI 1945 tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.

Sedangkan jika dilihat dari konteks luas, Perppu No.1 Tahun 2020 memiliki beberapa catatan kritis diantaranya pertama; dianggap upaya pemerintah menutupi kebobrokan likuiditas keuangan negara yang makin parah sehingga melalui Perppu ini pemerintah mendapat legitimasi untuk mendapatkan sumber-sumber keuangan baru diluar yang sudah ditetapkan dalam APBN dengan cara berhutang atau mendapat bantuan dari pihak lain. Kedua; dalam pelaksanaanya dengan atas nama amanat dari Perppu ini jika terjadi penyimpangan keuangan mereka tidak mendapat hukuman pidana karena tidak diatur di dalam materi muatan Perppu tersebut. Ketiga; permasalahan utama adalah penangan terhadap pandemi Covid-19, namun yang menjadi isu utama dalam Perppu tersebut adalah masalah keuangan. Keempat; Perppu No.1 Tahun 2020 ini dapat dikatakan Perppu terpanjang

Baca Juga  Peluang dan Tantangan Building Management Di Era Covid-19

Dari permasalahan tersebut, penulis sangat memahami jika Perppu ini perlu di lakukan Judicial Review. Namun berdasarkan pengamatan penulis, permasalahan pembentukan Perppu No.1 Tahun 2020 yang secara prosedur yang mengabaikan UU lain jika mendasarkan pada UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan tidaklah mengandung masalah. Karena kedudukan Perppu yang sebanding dengan Undang-undang dan bersifat kegentingan memaksa dapat mengabaikan UU yang sudah ada selama secara asas-asas dalam pembentukannya terpenuhi. Dalam asas hukum terdapat konsep lex posterior derogate legi priori atau hukum yang terbaru mengabaikan hukum yang terdahulu. Dan juga lex specialis derogat legi generalis atau hukum yang lebih khusus mengabaikan hukum yang umum. Oleh karena itu penulis meyakini jika para pemerhati hukum yang melakukan Judicial Review ke MK tidak menggunakan alasan ini dalam permohonannya.

Bagaimana dengan secara muatan? Hal ini yang menarik untuk di kaji. Karena yang dipermaslahkan adalah terkait menyalahi pasal 20 dan 23 serta 27 ayat 1 dan 28D ayat1 UUD NRI 1945. Pembahasannya akan panjang berdasarkan tinjauan dari berbagai segi yang konstitusional. Dan tentunya yang memiliki kewenangan dan berhak memutuskan benar dan salah adalah para hakim MK yang bertugas disana. Para Hakim MK akan memutuskan sesuai dengan kewenangannya untuk menguji UU/Perppu terhadap UUD NRI 1945. Putusan MK hanya ada tiga yaitu; Ditolak, Mengabulkan atau Diterima. Namun terkadang pendapat hakim tidak solid atau ada dissenting opinion, contohnya adalah terkait putusan mengenai UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Hakim Maria Farida melakukan dissenting openion (pendapat berbeda) terkait prosedur pembentukan UU MD3 yang dianggap bermasalah tanpa kajian akademis.

Jika permohonan ditolak maka dianggap tidak bermasalah dengan Perppu No.1 Tahun 2020 ini.  Namun jika sebaliknya, maka konsukuensinya adalah tidak berlakunya Perppu tersebut. Sedangkan jika putusannya diterima sebagian dan ditolak sebagian maka Perppu No.1 Tahun 2020 tetap berlaku dengan catatan ada perubahan pada pasal tertentu. Selama belum ada putusan dari Majelis Hakim MK yang bersifat pengadilan pertama dan final mengikat maka Perppu tersebut dianggap sah. Semoga putusannya memuaskan semua pihak, baik dari pemohon, termohon maupun masyarakat luas. Oleh karena itu kita tunggu saja ujung dari Judicial Review terhadap Perppu No.1 Tahun 2020 ini.

*Penulis adalah Dosen Ilmu Hukum di Universitas Pamulang dan Kandidat Doktoral dari Universitas Jayabaya.