ANAK KONSTITUSI YANG INKONSTITUSIONAL
Oleh : Sumardi*
25 November 2021 tercatat dalam sejarah baru dalam tatanan hukum di Indonesia, karena Mahkamah Konstitusi menyatakan dalam putusannya bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sebagai “Inkonstitusional Bersyarat” dan memberi kesempatan Pemerintah dan DPR untuk memperbaikinya dalam jangka waktu dua tahun. Kala itu saya pesimis bahwa pemerintah dan DPR akan dengan sungguh-sungguh memperbaiki itu dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi secara utuh, meski sang menteri terkait menegaskan akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi. Akhirnya rasa pesimis itu terjawab setelah selang beberapa waktu dari sejak dikeluarkannya putusan Mahkamah Konsitusi terkait UU Cipta Kerja, alih-alih melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi, tepatnya pada akhir Desember 2022 Pemerintah malah menerbitkan PERPPU Cipta Kerja, hadirnya menjadi kejutan akhir tahun!
Memang benar, kewenangan menerbitkan PERPPU adalah milik presiden yang diatur dalam konstitusi, yaitu kewenangan membuat Perppu bagi Presiden didasarkan pada Pasal 22 UUDNRI 1945 merupakan kewenangan atribusi karena diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden dapat memiliki kedudukan yang setara dengan UU apabila memenuhi substansi utama dari Undang-Undang baik itu pengertian dalam hal ini kewenangan, dimana presiden memiliki kewenangan atribusi. Selain itu memiliki fungsi untuk melakukan perubahan dalam masyarakat, dengan materi Undang-Undang. Berdasarkan pasal 22 ayat (1), (2), dan (3) UUDNRI 1945 yang menyatakan bahwa: Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Sedikit menarik untuk mendengar penjelasan Pemerintah terkait alasan penerbitan PERPPU tersebut, Kegentingan Memaksa, ya.. itulah alasan Pemerintah. Menarik untuk disimak terkait alasan ini, apakah benar-benar negara dalam keadaan genting sehingga dibutuhkan PERPPU? Bukankah masih ada waktu bagi pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja? Entahlah, sampai sesaat sebelum disahkan menjadi UU oleh DPR pada Selasa 21 maret 2023 kemarin, alasan ini masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, ahli hukum, ahli ekonomi, ahli tata negara dan ahli-ahli lainnya.
Nah, setelah disahkan oleh DPR menjadi UU, kembali muncul pertanyaan apakah sudah sesuai dengan konstitusi terkait pengesahan UU tersebut? Atau malah menentang konsitusi? Mari bersama kita Simak terkait perjalanan PERPPU ini menjadi UU.
Pertama, kita lihat dasar hukum penerbitan PERPPU, Konsitusi mengatur dalam Pasal 22 UUDNRI 1945 menyatakan: (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. (3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Selanjutnya diatur juga dalam UU nomor 13 tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pada pasal 52 ayat (1) menyatakan : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut. Pada Ayat (4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. (5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku. Pada penjelasan pasal 52 dinyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan.
Kedua, mari kita simak perjalanan peristiwa dan waktunya:
- PERPPU Cipta Kerja dikeluarkan pemerintah pada tanggal 30 Desember 2022.
- Masa sidang berikut DPR setelah sikeluarkannya PERPPU yaitu masa sidang III yaitu dimulai 10 Januari 2023 dan berakhir pada 16 Februari 2023
- DPR telah membahas PERPPU, Pada tanggal 15 Februari 2023 sudah didapat kata sepakat dan persetujuan atas PERPPU.
- PERPPU gagal disahkan dalam sidang paripurna pada Kamis 16 Februari 2023 karena tidak memenuhi prosedur, sesuai ketentuan pengesahan baru bisa dilakukan apabila sudah mendapat persetujuan Badan Musyawarah untuk dibahas di paripurna.
Dari rangkaian di atas, Saya berpendapat bahwa apapun alasannya pada intinya adalah PERPPU Ciptaker gagal disahkan dalam sidang paripurna pada persidangan berikut setelah PERPPU Ciptaker diterbitkan oleh Pemerintah.
Jika merujuk pada ketentuan Konstitusi yaitu Pasal 22 UUDNRI 1945 Jo UU nomor 13 tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka PERPPU Ciptaker HARUS DICABUT!. Tapi, alih-alih dicabut, finalnya di hari Selasa 21 Maret 2023, DPR malah mengesahkan PERPPU Ciptaker menjadi UU pada Sidang Paripurna. Babak baru UU Cipta Kerja telah dimulai kembali, saya meyakini bahwa ke depan nanti akan ada Judicial Review kembali di Mahkamah Konstitusi terkait Uji Formil UU Cipta Kerja, apa hasilnya akan kita tunggu dan saksikan bersama, masih kuatkah Konstitusi kita.***
*Penulis adalah Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Pamulang