Refleksi Lima (5) tahun Kepemimpinan Airin Rachmi Diany

Refleksi Lima (5) tahun Kepemimpinan Airin Rachmi Diany

Oleh

Adi Budiman Subiakto

(Gerakan Pemuda Ansor Kota Tangerang Selatan)

 

Adi Budiman Subiakto
Adi Budiman Subiakto

Enam (6) tahun sudah Kota Tangerang Selatan berdiri sebagai sebuah daerah Otonom dan di tahun 2015 ini Kota Tangerang Selatan akan melaksanakan hajat demokrasi untuk kedua kalinya. Artinya, pada pilkada nanti Kota Tangerang Selatan sudah memasuki periode kedua. Sebagai daerah yang baru berusia enam (6) tahun Kota Tangerang Selatan termasuk daerah pemekaran terbaik bahkan mendapat predikat dari Kementerian Dalam Negeri sebagai Kota Pemekaran Terbaik. Kota Tangerang Selatan dibawah Kepemimpinan Airin dinilai juga sebagai Kota yang ramah akan iklim investasi.

Dengan Visinya untuk mewujudkan Kota yang Cerdas, Modern dan religius, apakah dibawah Kepemimpinan Airin Kota Tangerang Selatan sudah mencapai visi tersebut? ini yang menjadi pertanyaan selanjutnya dalam tulisan ini, sebagai Kota Urbanisasi tentunya Kota Tangerang Selatan memiliki segudang permasalahan ini yang lazim dialami Kota urban seperti juga DKI Jakarta.

Religius, iya seperti yang tertera dalam Visi Kota Tangerang Selatan, saya kira inilah yang menjadi permasalahan bagi Kota Tangerang Selatan dibawah Kepemimpinan ibu Airin. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kota Tangerang Selatan terkenal juga sebagai Kota Zona Merah Radikalisme, karena gerakan-gerakan radikal Islam sering bermunculan di Kota Tangerang Selatan. Mulai dari tertangkapnya pelaku teroris di Semanggi sampai yang terbaru adalah Deklarasi Sekelompok gerakan radikal ISIS.

Disini terlihat bahwa visi tidak terintegrasi dengan kenyataan selama lima (5) tahun kepemimpinan Airin terutama kata “Religius” itu sendiri. Memang terkenal sebagai Kota Urban yang majemuk dan plural. Tetapi harusnya pemerintah Kota Tangerang Selatan membuat aturan agar gerakan-gerakan radikal semacam ISIS tidak berkeliaran dengan bebas dan menyebarkan pahamnya di Kota ini. Harus adanya semacam aturan yang ketat terhadap penduduk-penduduk baru yang ingin bermukim di Kota Tangerang Selatan.

Baca Juga  Yayasan Al Kahfi Tangsel Peringati Hari Pahlawan Sekaligus Resmikan Gedung Baru

Kedua, kata “religiius” bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Kota Tangerang Selatan juga masuk dalam zona merah (red zone) bahaya narkotika seperti yang dilansir oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tangerang Selatan. Sebagai kota penyangga, Kota Tangerang Selatan ibarat surga bagi peredaran dan penyimpanan narkoba.

Dua hal ini, yang menurut saya melunturkan visi “religius” Kota Tangerang Selatan. Religius tidak mencerminkan fakta dilapangan bahwa Kota Tangerang Selatan masuk dalam ketegori zona merah Radikalisme dan Narkoba. Harus ada solusi yang ditawarkan oleh Airin, misalnya dengan upaya dialog yang bersifat edukatif dan menyeluruh di semua lapisan masyarakat. Menggandeng ulama dan tokoh masyarakat yang petuahnya amat didengar oleh masyarakat.

Terlebih, Airin yang kembali mencalonkan diri sebagai Walikota, harus memfokuskan serta mengutamakan program-program kerja yang menunjang pembersihan zona merah ini dari Kota Tangerang Selatan. Agar kata “religius” ini dapat terintegrasi dengan visi Kota Tangerang Selatan. Oleh karena itu, perlu sebuah kajian dan konsep matang dari pemerintah Kota Tangerang Selatan yang mutlak untuk menyelaraskan antara Visi dan kenyataan sehingga apa yang diharapkan visi tersebut terwujud.