Ibu Bunuh Anak Kandung dan Isu Kesehatan Mental

IBU BUNUH ANAK KANDUNG DAN ISU KESEHATAN MENTAL

Oleh : Yuliana Wulan Sari*

Beberapa waktu lalu, ramai diberitakan, seorang ibu membunuh ketiga anaknya. Kasus seorang ibu yang tega membunuh anak kandungnya tersebut terjadi di Brebes, Jawa Tengah. Kanti Utami (35), seorang ibu di Desa Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, ditangkap dengan dugaan pembunuhan terhadap anaknya. Dia diduga melakukan pembunuhan dengan cara menggorok leher tiga orang anaknya. Ibu tersebut menggorok tiga anak kandungnya dengan dalih ingin menyelamatkan anaknya dari kehidupan yang sengsara seperti yang dia alami. Ibu tersebut mengaku ingin menyelamatkan anak-anaknya. Meski dengan cara yang salah, dia meyakini kematian anaknya adalah jalan terbaik.

Akibatnya, anak kedua meninggal dengan kondisi luka sayat di leher bagian kiri, Anak perempuan pertama berusia 10 tahun, terluka pada bagian dada, dan anak ketiga laki-laki berusia 4,5 tahun, terluka pada bagian leher. Ibu tersebut mengakui selama ini kurang kasih sayang. Dia mengaku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan ekonomi yang serba kekurangan. Ibu tersebut terindikasi mengalami gangguan kejiwaan mendapat bisikan atau melihat anak berubah wujud menjadi sosok mengerikan sehingga terjadi pembunuhan. Bisikan atau sosok yang dilihat ini sebenarnya tidak ada atau hanya muncul dalam pikirannya. Atas tindakan yang dilakukan ibu tersebut, ibu tersebut terdakwah Pasal 340 KUHP yaitu hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup namun Penerapan tersangka masih dalam proses penyelidikan. Karena pihak polisi harus hati-hati dalam penetapan tersangka karena ada dugaan gangguan kejiwaan.

Menurut pendapat atas kejaidan tersebut ada beberapa motif pembunuhan anak oleh orang tua secara garis besar yaitu :

  1. Tanpa ada unsur kesengajaan, orang tua melukai anak dan tanpa sadar berakibat fatal atau anak
  2. Gangguan kejiwaan berakibat menyebabkan ibu tersebut berhalusinasi dan melakukan tindakan yang tidak seharusnya terjadi karna melihat atau mendengar bisikan yang pada kenyataannya bisikan atau penglihatan tersebut tidak benar
  3. Dendam, sebenarnya orang tua memiliki dendam tetapi bukan terhadap Dendam ini misal terhadap keluarga atau orang tuanya tetapi tidak ada kekuatan untuk melawan sehingga anak jadi objek pelampiasan.
  4. Unsur kesengajaan yang di lakukan ibu tersebut memang berencana membunuh anak dengan segala kesadaran didorong faktor seperti, daripada anak nanti sakit, hidup susah, tidak sanggup mengurus anak sehingga lebih baik anak
  5. Trauma masa kecil mungkin menjadi salah satu penyebab ibu tersebut tega membunuh anaknya dan bagaimana orang tua memperlakukan anak. saat orang tua melihat kehadiran anak itu bencana, anak disebut ‘Anak setan’, maka anak akan mempersepsikan dirinya tidak berharga, dirinya tidak seharusnya ada.

Situasi dan kondisi yang melingkupi orang tua berpengaruh pada keputusan untuk mengakhiri hidup anak serta ada tekanan ekonomi termasuk keluhan sang suami yang penghasilannya tidak tentu. Kemudian ini ditambah tanggung jawab untuk merawat tiga orang anak yang masih bersekolah. Tidak ada support system sehingga menyebabkan ibu tersebut tega melakukan pembunuhan terhadap anaknya, support system utama yakni suami harus tinggal jauh dengannya. Sementara itu dia harus menjaga anak, bekerja, tanpa ada tempat untuk berbagi. kesehatan mental memang menjadi salah satu aspek yang terdampak pandemi sejak virus Corona masuk ke Indonesia pada awal 2020.

Baca Juga  Guru dan Pegawai Honorer Jember Demo Tentang Kesejahteraan

Emosional, psikologi, serta hubungan sosial. Ketiga aspek tersebut akan mempengaruhi bagaimana kita berpikir, merasakan, bertindak, membuat keputusan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan mental kita. kesehatan mental lebih dari sekadar mengobati penyakit jiwa Tidak banyak yang menyadari bahwa menjaga kesehatan mental merupakan bagian penting dari menjaga kesehatan fisik.

Jika kita berada pada kondisi mental yang baik, kita akan dapat melakukan hal-hal yang lebih mudah, seperti: memaksimalkan potensi diri, mengatasi permasalahan hidup dengan baik, serta berperan secara penuh pada hubungan dengan keluarga, rekan kerja, komunitas, dan juga teman-teman kita. Kesehatan mental dapat berubah selaras dengan perubahan waktu. Hal ini dikarenakan peristiwa dalam perjalanan hidup yang dapat menyebabkan tekanan jiwa (stres) atau menimbulkan ketidakbahagiaan. Sementara itu, orang yang memiliki masalah kesehatan mental mengalami perasaan seperti, kecemasan bahwa tidak ada orang yang akan memahaminya. Maka dari itu hal tersebut merupakan masalah pada “pikiran mereka” dan tidak menganggap sebagai sesuatu yang serius atau terkadang mereka merasakan sesuatu yang tidak biasa daripada keumumannya

Kesimpulan atas kejadian tersebut yaitu Banyak di antara kita punya pengalaman masa kecil kurang bahagia, trauma, situasi ekonomi turun. Enggak ada support system atau Pola asuh orang tua yang dirasa tidak ideal, akhirnya menemukan hal-hal yang tidak diajarkan orang tua dari bergaul dengan banyak orang, sampai membunuh, tidak menunjukkan rasa bersalah, menyesal, besar kemungkinan ada gangguan jiwa. Maka dari itu, gangguan jiwa ini bisa muncul akibat faktor pengalaman masa lalu dan pola asuh orang tua semasa kecil. Ini bukan untuk melegitimasi atau membenarkan sebuah kasus tetapi untuk melihat kasus secara komprehensif, untuk bahan pembelajaran kita, tidak semata-mata menyalahkan dari satu sisi saja.terutama kesehatan mental seorang ibu harus di jaga dengan baik serta peran suami dan keluarga harus ada di dalamnya mendengar keluh kesah tanpa harus memarahi atau menyalahkannya.

Saran atas kejadian tersebut yaitu dengan menerima diri sendiri sebagai pribadi yang unik lebih menyehatkan daripada mengharapkan menjadi seperti orang lain. Merasa puas terhadap diri kita dapat membantu meningkatkan rasa kepercayaan diri untuk mencoba keahlian baru, mengunjungi tempat baru, atau menjalin hubungan pertemanan baru. Kepercayaan diri yang baik akan membantu mengatasi kehidupan jika sesuatu hal yang buruk terjadi.

Dengan melihat level dimana kasus pembunuhan orang tua terhadap anaknya sering terjadi kami mengharapkan agar pembinaan kepada masyarakat khususnya orang tua untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan kasus pembunuhan mengingat pelaku pembunuhan tersebut berusia antara 30- 35 tahun.***

*Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Pamulang