Ini Alasan Mengapa Ahok Harus Dinonaktifkan Sebagai Gubernur DKI Jakarta

TangselMedia – Pengamat politik dan Ketua Dewan Pendiri Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap dalam keterangan tertulisnya yang diterima TangselMedia, Kamis 23 Februari 2017 mengungkapkan, salah satu cita-cita gelombang reformasi dan demokratisasi di Indonesia adalah reformasi birokrasi pemerintahan.

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.

Ahok, terdakwa kasus penistaan agama. (sumber foto: indowarta)

Muchtar menjelaskan, reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan good governance. Di Indonesia telah dipromosikan konsep good governance sebagai tata pengelolaan pemerintahan yang baik. Konsep good governance ini merujuk pada pengembangan dari gaya memerintah dimana batas-batas antara dan di antara sektor publik dan sektor privat menjadi kabur.

“Good governance mencakup pemerintah (negara) berdasarkan pada penegakan antara lain prinsip: (1) Kesetaraan/equity (non diskriminatif), (2) Akuntabilitas publik; dan (3) Rule of law (aturan main)”, ujarnya.

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, kata Muchtar, maka kebijakan pemerintah tentang pengaktifan kembali Basuki Tjahja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI dalam status sebagai terdakwa, tentu membuktikan pemerintah tidak melaksanakan penegakan prinsip kesetaraan. Karena pemerintah telah memutuskan untuk menonaktifkan sejumlah gubernur dan bupati dalam status terdakwa sebelumnya.

Muchtar memberikan contoh, kasus Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi. Mendagri Tjahjo Kumolo memberhentikan Nofiandi setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) menetapkannya sebagai tersangka kasus penyalahgunaan narkoba. Lalu kasus Bupati Bogor, Jawa Barat (Jabar) Rachmat Yasin, Rachmat diberhentikan Mendagri setelah menjadi terdakwa kasus tukar guling lahan di Bogor.

Baca Juga  Era Indonesia Gelar Acara National Business Conference

Selain itu, menurut Muchtar ada juga kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Atut diberhentikan sementara oleh Mendagri setelah menjadi terdakwa kasus penyuapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar bersama Wawan, terkait Pilkada Lebak, Banten dan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho, pemberhentian Gatot sebagai Gubernur Sumut dilakukan Mendagri setelah menjadi terdakwa dan menjalani sidang perdana, pada 23 Desember 2015.

“Sementara Ahok, walaupun sudah bersatatus terdakwa, belum juga dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI. Ada sikap diskriminatif pemerintah, terhadap gubernur dan bupati yang terkena kasus hukum sebagai terdakwa”, kata Alumnus Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tahun 1982 ini.

Ia menegaskan, pemerintah tidak menegakkan rule of law,  karena tidak melaksanakan secara konsekuen, antara lain UU Pemda khususnya pasal 83 dan UU Tata Usaha Negara khususnya pasal 3. Hal ini bertentangan dengan cita-cita reformasi birokrasi pemerintah Indonesia. (HJD)