Nyawa Saipudin Terselamatkan Oleh Kasur

Nyawa Saipudin Terselamatkan Oleh Kasur
Lokasi pasar malam yang berdekatan dengan warung milik Saipudin di Kampung Sumur, Sumberjaya, Pandeglang, Banten, pada Selasa (25/12/2018). | Andya Dhyaksa /Beritagar.id

TangselMedia – Bagian banyak orang, kasur berukuran 180×200 sentimeter itu bukanlah apa-apa. Berkelir biru dan tak bermerek, kondisi kasur tersebut sudah compang-camping. Namun, tak demikian bagi Saipudin. Kasur tersebut mungkin bakal mengendap dalam ingatan sepanjang sisa umur pria berusia 50 tahun tersebut. Musababnya, berkat benda itulah, kini ia masih bisa melanjutkan hidupnya.

“Saya bertahan karena numpang di atas situ pas gelombang kedua datang,” ujar pria yang biasa dipanggil Udin sambil menunjuk kasur dimaksud. Gelombang yang dimaksud Udin adalah bencana tsunami yang menerjang sebelah barat Provinsi Banten pada Sabtu (22/12/2018) malam. Itu adalah malam yang tak dapat dilupakan olehnya. Pria yang tinggal di Kampung Sumur, Sumberjaya, Pandeglang, Banten, itu bahkan masih ingat jelas bencana yang menimpa tempat tinggalnya.

Seperti malam-malam sebelumnya, ia tengah melayani pelanggan di warung bakso miliknya. Kebetulan, warung tengah ramai karena hari itu adalah malam Minggu dan ada pasar malam di belakang tempat ia berjualan. “Sekitar jam sembilan malam, anak saya teriak ‘Ada ombak! Ada ombak!’. Saya langsung lari ke atas (bukit di belakang warung),” kata Udin menceritakan ulang kepada Beritagar.id, Selasa (25/12/2018) pagi.

Tak lama berselang, ia turun untuk mengambil barang-barang penting miliknya. Pertimbangannya, saat itu air sudah surut. Sehingga ia memberanikan diri untuk kembali ke rumahnya. Baru beberapa saat menginjakkan kaki di rumah, gelombang besar kedua menerjang. Sempat terhempas dan menyebabkan sejumlah luka di tubuhnya, ia menemukan kasur tadi dan menaikinya.

“Kalau ga ada kasur itu, mungkin saya sudah meninggal sekarang. Banyak yang meninggal karena terbentur kayu atau tertimpa tembok,” ucapnya. Udin mencontohkan, Desi dan Opa, tetangga di samping warungnya yang tertimpa tembok rumah. “Jadi bisa dibilang saya selamat berkat kasur itu. Kasurnya ngambang saat gelombang datang,” ujar Udin.

Trauma Lihat Laut

Raut lelah jelas terpancar dari wajah Syiah, istri Udin. Sesekali ia mengambil nampan plastik dari warungnya yang telah rubuh. Lain waktu, ia hanya menatap kosong tempatnya mencari nafkah yang sudah rata dengan tanah. Syiah tak menyangka malam itu menjadi malam yang mengerikan dalam hidupnya. “Selepas Magrib kondisinya biasa aja. Ramai, apalagi ada pasar malam di belakang,” kata Syiah saat ditemui Beritagar.id, Selasa (25/12/2018) pagi. Petaka mulai datang sekitar pukul 21.00. Sedang melayani tamu, Syiah diteriaki oleh anaknya, Sophian, untuk segera lari ke bukit.

Baca Juga  Manisnya Bisnis Kue Kreatif Hasilkan 5 Jutaan/ Bulan

“Kalau anak saya ga teriak, mungkin saya sudah meninggal. Ombaknya tinggi banget,” kata Syiah. “Saya langsung naik motor sama anak ke bukit belakang.” Hal lain yang Syiah ingat adalah, ia sempat mengingatkan tetangganya yang berjualan jus, Desi. Namun, menurut Syiah, Desi tidak dengar peringatannya.

“Karena dia lagi bikin jus mungkin, berisik blenderan-nya jadi ga kedengeran. Selain itu, sound dari pasar malam kan keras,” kata Syiah. Menurutnya, Desi tidak selamat.

“Saya trauma lihat laut. Sekarang saya kalau sore ngungsi ke Kopi (daerah yang cukup jauh dari Sumur),” ucapnya.

Lebih Dari Lima Meter

Saat gelombang datang menerjang Kampung Sumur, Syiah memang tak melihat ketinggian gelombang. Sehingga, dia tidak bisa mengukur seberapa tinggi ombak yang menghantam tempat tinggalnya. “Air setinggi ini di tempat saya,” kata Syiah sambil menunjuk perutnya. Ukuran badan Syiah tak terlalu tinggi, sekitar 1,5 meter.

Jika Syiah tidak melihat tinggi gelombang, tak demikian dengan Ujang. Ia, yang saat kejadian sedang di sekitar pasar malam mengatakan, tinggi gelombang mencapai lebih dari 5 meter. “Di Pulau Umang, tingginya ada lima meteran. Warnanya gelap, Pulau Umang ga kelihatan dari sini,” ujar Ujang. Sekadar gambaran, jarak dari bibir pantai ke Pulau Umang sekitar dua kilometer. Sedangkan Kampung Sumur berdempetan dengan pantai.

Kini, semua bangunan di Kampung Sumur yang berdekatan dengan pantai sudah luluh lantak diterjang tsunami. Hari ketiga pascabencana, masyarakat sekitar berusaha menyelamatkan barang-barang yang mereka anggap penting. Seperti yang dilakukan Jumadi. “Saya nyari celengan. Ga sempat saya bawa. Semoga masih ada,” ujarnya.

Nyawa Saipudin Terselamatkan Oleh Kasur
Warga Kampung Sumur, Sumberjaya, Pandeglang, Banten, tengah mencari harta benda yang masih tersisa pada Selasa (25/12/2018). Kampung Sumur menjadi salah satu daerah yang terdampak paling parah dari bencana tsunami di sebelah barat Banten. | Andya Dhyaksa /Beritagar.id