TangselMedia – Perilaku beringas supporter sepakbola bisa saja bermula dari semangat solidaritas. Tetapi cara mengartikan solidaritas yang sesat membuat mereka bertindak emosional, tidak menggunakan akal sehat.
“Impulsif alias perilaku yang tiba-tiba berubah ini mendorong mereka bertindak dengan emosional, inilah pemikiran yang salah terhadap rasa solidaritas,” ujar psikolog anak dan remaja, Ratih Zullhaqqi, MPsi, kepada detikHealth, Senin (24/08/2018).
Menurut Ratih, para suporter yang umumnya berusia remaja biasanya punya solidaritas terhadap komunitas maupun klub yang didukungnya. Mereka berpikiran bahwa apa yang dianggap mencoreng komunitasnya, mencoreng dirinya sendiri juga sebagai individu sehingga tergerak untuk bertindak. Sementara itu, psikolog klinis dari Personal Growth, Veronica Adesla, menyebut bahwa fanatisme bisa muncul dari situasi semacam itu. Fanatisme tersebut akan berpengaruh pada cara berpikir, cara merasa, dan bahkan cara bertindak yang kadang-kadang tidak didasari akal sehat.
“Dalam hal ini, pandangan sempit mereka berpengaruh terhadap rasa kemanusiaan yang dimiliki. Segala tindakan dilakukan tanpa pertimbangan yang objektif sehingga seolah-olah tidak memperdulikan rasa kemanusiaan,” ujar Veronica.
(up/up)