Surat Untuk KPU

Nasional, Opini1760 Views

Surat Untuk KPU

Oleh : Muhammad Farras Fadhilsyah

Debat pertama dalam ajang Pilpres 2019 sudah kita saksikan bersama-sama. Mengenai pro-kontra terhadap hasil dari debat pertama ini juga banyak di perbincangkan dari berbagai kalangan, dari yang terendah di diskusi warung kopi hingga ke kalangan intelektual dan para pemain politik di tingkat nasional.
Bahkan lebih banyak kekecewaan rasa yang tidak puas dari berbagai kalangan mengenai debat pertama ini. Mungkin itu terjadi karena dari sebelum debat pertama ini di laksanakan, polemik mengenai debat seperti mepersoalkan kisi-kisi mengenai soal debat itu sudah ramai di bicarakan oleh masyarakat dan hasilnya juga memang negatif.
Ini harus menjadi bahan evaluasi besar-besaran bagi pelaksana debat yaitu KPU karena masyarakat banyak yang tidak puas terhadap debat yang pertama di pilpres 2019. Apa saja yang harus di evaluasi KPU?

1.Tanpa Kisi-Kisi
Dari awal mengenai polemik terkait Kisi-Kisi debat capres banyak berbagai polemik dari berbagai kalangan. Karena memang dengan adanya kisi-kisi ini paslon akan seperti anak sd yang besoknya ingin melakukan ujian kenaikan kelas, mereka di setting hanya untuk menghafal pelajaran untuk besok dalam mengisi ujian. Tetapi mungkin esok harinya setelah ujian itu selesai si anak tersebut akan lupa dengan isi ujian kemarin. Begitu juga dengan paslon, mereka akan menghafal jawaban dari prediksi soal tersebut dan hanya isi jawaban tersebut adalah jawaban dari timses. Maka bisa dikatakan debat kemarin adalah debat timses bukan debat capres. Karena si paslon hanya sebagai boneka untuk berbicara di depan televisi secara langsung bukan dari fikiran murni seorang paslon

2.Dilarang Membawa Teks Dalam Bentuk Apapun
Dengan adanya kisi-kisi pun itu sudah membuat polemik, dan semakin membuat polemik karena masih saja ada paslon yang membawa teks, padahal sudah diberikan kisi-kisi mengenai pertanyaan yang akan di tanyakan oleh moderator. Ini menandakan bahwa yang diucapkan oleh paslon bukan dari fikiran paslon tetapi fikiran timsesnya itu sendiri. Bayangkan saja seorang paslon membacakan visi-misi saja masih menggunakan teks. Padahal seorang layaknya pemimpin sekelas kepala negara seharusnya sudah diluar kepala mengenai visi-misi yang akan di arahkan kemana bangsa ini.

Baca Juga  Prodi Teknik Mesin Unpam Jalin Kerjasama Dengan Universitas Tri Dharma Balikpapan Dalam Bidang Pendidikan

3.Waktu Wajib Untuk Cawapres Berbicara
Jika kita melihat debat pertama kemarin, ada paslon yang sangat condong hanya capresnya sendiri, cawapresnya mungkin hanya penambah kata-kata pemanis saja. Seharusnya KPU harus ada segment dimana cawapres harus di wajibkan berbicara atau waktu khusus untuk di pertanyakan. Karena kita memilih bukan hanya seorang presiden tetapi juga wakil presiden. Memang tokoh presiden lebih di pentingkan, tetapi masyarakat berhak tahu bagaimana isi fikiran cawapres itu sendiri. Jangan sampai cawapres nya tidak memahami problem bangsa ini dan jangan sampai cawapres hanya untuk pendongkrak elektabilitas capres.

4. Adakan Segment Paslon Saling Menganggapi Suatu Isu Tanpa ada Batasan Waktu ( Long Time Season )
Dengan adanya segment seperti ini kita akan melihat sebuah real debat, menguras fikiran sebuah pemikiran paslon tanpa adanya teks murni dari intelektualitas seorang paslon. Bisa di contohkan dimana debat pilpres Amerika. Jika ini terjadi maka masyarakat akan melihat dimana paslon yang benar memahami permasalahan bangsa. Bukan hanya mengumbarkan sebuah janji saja.

Dalam hal ini KPU harus melakukan langkah yang berani dan kongkrit. KPU jangan takut untuk tidak memuaskan para paslon dan timses, KPU juga jangan takut jika ada yang di permalukan di dalam debat Pilpres oleh salah satu paslon, karena terciptanya debat untuk memperlihatkan siapa yang menang dan siapa yang kalah, siapa yang paham permasalahan bangsa dan siapa yang tidak paham. Hal terpenting adalah kepuasan masyarakat agar tahu sosok pemimpin yang tepat untuk Indonesia saat ini

*Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia Jurusan Public Relation dan Pemerhati Demokrasi