TangselMedia – Gempa bumi berkekuatan 7,4 mengguncang sejumlah wilayah, salah satunya di Bandung. Gempa bumi yang berpusat pada sebelah barat daya Sumur, Banten, ini berpotensi menimbulkan potensi Tsunami. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan gempa bumi di Banten bermagnitudo 7,4 yang terbaru menjadi 6,9, belum puncak dari potensi gempa di wilayah tersebut.
Pusat gempa Di Banten bagian selatan Selat Sunda itu adalah kawasan yang ditandai sebagai zona sepi gempa besar, sementara itu zona tersebut merupakan kawasan dengan subduksi aktif. Daryono menjelaskan bahwa ketidakadaan gempa bumi selama ini dianggap sebagai proses pengumpulan dari medan tegakan kerak bumi yang tengah berlangsung.
“Di daerah Selat Sunda, catatan kami tidak ada gempa di atas magnitudo 7,0,” katanya seperti dikutip dari Antara, Sabtu (3/8/2019). Menurut catatan BMKG, pernah terjadi di bagian selatan Banten gempa bumi dengan magnitudo 7,9 pada 1903, yang merupakan gempa terakhir. Dia tidak dapat memperkirakan secara statistik proses berulang gempa bumi itu, karena proses akumulasi medan tegakan kulit bumi tidak bisa distatistikkan.
Daryono menjelaskan sebuah kawasan subduksi aktif tetapi tidak pernah terjadi gempa, dapat diduga kawasan tersebut sedang terjadi proses akumulasi medan tegangan, di mana ada proses penumpukan energi yang terkandung dalam kulit bumi. “Kalau melihat hasil hitungan potensi gempa, ini belum puncaknya, karena potensi maksimal dapat mencapai magnitudo 8,7. Potensi itu tidak bisa diperkirakan dan kapan saja bisa terjadi,” jelas Daryono.
Daryono menjelaskan, BMKG mencatat ada sebanyak enam subduksi atau penujaman lempeng di Indonesia. keenam subduksi itu dapat dirinci kembali menjadi 16 segmen megatrust.
Megatrust ini, jelas Daryono berpotensi untuk memicu gempa besar di atas 7 magnitudo. “Bisa memicu gempa besar di atas 7 magnitudo. Ini kenyataan kondisi tektonika Indonesia,” ujar Daryono di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Rabu 31 Juli 2019.
Selain itu, Indonesia juga memiliki bagian banyak sesar aktif yang sewaktu-waktu dapat bergerak. Dari sekian banyak sesar aktif tersebut, sebagiannya berada di daratan. Sesar aktif yang berbeda di daratan ini jika bergerak akan menimbulkan efek goncangan yang cukup signifikan. Bahkan kebanyakan bersifat destruktif atau merusak.
Daryono menjelaskan sesar di Negara Indonesia itu bersifat aktif dan juga kompleks. “Aktif artinya gempa terus terjadi, sedangkan kompleks karena memang banyak sekali sumber gempanya,” ujar Daryono. Meskipun kenyataan nya banyak wilayah di Indonesia yang rawan akan gempa akan tetapi kata Daryono bukan berarti masyarakat Indonesia tidak bisa tinggal dengan aman di wilayah-wilayah yang memiliki potensi akan gempa bumi.
Daryono mengacu pada Negara Amerika Serikat dan Jepang. Di dua negara tersebut juga rawa akan gempa bumi. Bagi di Amerika terutama di wilayah Pantai Barat yakni lempengan San Andreas. “Di Amerika ada (Lempeng) San Andreas tapi saat gempa kemarin tidak banyak yang meninggal,” kata Daryono.
Menurut Daryono, minimnya korban jiwa saat gempa bumi di Amerika dikarenakan budaya mitigasi bencana di sana telah berakar kuat. “Jepang itu tidak ada yang aman gempa semuanya ada sesar aktif, tetapi pembangunan maju, ekonomi maju karena mereka mampu mengelola resiko (bencana) dengan baik,” ujarnya.
“Potensi tsunami untuk diteruskan kepada masyarakat,” demikian keterangan dari BMKG , Jumat (2/8/2019). Gempa ini terjadi di kedalaman 10 km. Titik pusat gempa berada di koordinat 7,54 LS dan 104,58 BT. “Atau di 147 km barat daya, Sumur, Banten,” demikian keterangan BMKG.