Tangselmedia – Makan di warung ini terasa makan di rumah sendiri. Lauknya ikan goreng dan sayur lodeh dengan nasi jagung. Dijamin bikin ketagihan karena enaknya.
Namanya warung Mak Ti. Tempatnya ditepi jalanan Desa Jatinom Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar. Meskipun jauh dari keramaian, warung ini selalu jadi destinasi pejabat daerah yang datang.
Warung Mak Ti memiliki menu favorit sayur lompong dan ikan sungai goreng. Selain itu, beragam sayur ndeso tersedia dalam wadah-wadah besar. Seperti sayur lodeh koro, tewel, rebung dan papaya.
Lauknya berbagai ikan air tawar seperti, wader, ikan nila dan mujair. Dimasak dalam dua varian. Ada juga disayur lodeh dan ada juga yang digoreng kering. Tergantung selera masing-masing. Untuk ikan yang disayur lodeh, gurih ikan dipadu gurih santan maupun menggoyang lidah.
Namun, bagi yang suka ikan goreng, sekali digigit rasanya gurih, renyah bahkan sampai durinyapun bisa dimakan. “Ikannya gurih renyah. Sayurnya juga gak begitu pedas, pas rasanya. Nyamleng semua masakan di sini,” ujar pengunjung asal Surabaya Drianto yang datang bersama keluarganya, Senin (20/8/2018).
Pengunjung warung Mak Ti bebas mengambil dan memilih sendiri sayur dan lauk yang diinginkan. Nasinya pun ada dua jenis. Yaitu nasi putih dan nasi ampok dari jagung.
“Dijamin kenyang kalau makan di sini. Porsinya sesuai kebutuhan kita. Lauknya juga sepuasnya ambil sendiri. Wong sepiring isi apa saja sama minum harganya sama, cuma Rp 10 ribu,” ujar pelanggan asal Blitar Choirul.
Tidak heran jika warung yang berdiri sejak tahun 2000 ini tidak pernah sepi pembeli. Dengan bahan ikan wader, nila dan mujair, warung ini makin eksis sampai sekarang.
“Sehari itu bisa ngolah 2,5 kuintal ikan. Ya dilodeh ya digoreng. Semua habis dalam sehari,” ujar pemilik warung Supiyati.
Pengunjung bisa menengok bagian dapur warung Mak Ti. Semua masih diproses secara tradisional. Mulai mengulek bumbu hingga menggoreng ikan dengan tungku besar di atas api kayu bakar. Bumbu yang digunakan, Supiyati memilih resep sederhana saja. Bawang putih, bawang merah, kencur, cabai, tempe busuk diberi kuah santan. Tanpa bahan pelezat dan pengawet.
“Bumbu utamanya ikhlas nolong orang. Itu mungkin yang bikin enak,” imbuh ibu dengan tiga anak ini sambil tertawa.
Supiyati dibantu beberapa tetengganya melayani pengunjung. Tetapi yang membuat bumbu, mengolah, mengelola semua dibawah pengawasan langsung wanita yang Nampak cantic di umur 59 tahun ini.
Saat ditanya berapa keuntungan yang diperoleh dalam sehari, dengan lugas Supiyati menjawab “Saya ndak pernah ngitung. Pokok bisa bayari semua tetangga yang nolong saya jualan, bisa belanja bahan buat besok itu saja sudah sangat bersyukur,” ujarnya.