Bagas Suratman Petani Sukses Beromzet Rp 15 Juta Perhari, Pernah Jadi Porter Sampai Preman

Bagas Suratman Petani Sukses Beromzet Rp 15 Juta Perhari, Pernah Jadi Porter Sampai Preman
Bagas Suratman saat mengikuti Roadshow BBC Get Inspired di kampung Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur, Kamis (14/2/2019). Kompas.com/GULANG FA CANDRA

TangselMedia – Bagas Suratman, warga Tangerang, Banten, tidak menyangka dirinya bisa menjadi petani sukses. Sebelumnya, Bagas memiliki kehidupan yang pahit. Ia pernah bekerja sebagai porter di bandara, kondektur, hingga menjadi preman. Bahkan, ia mengaku dulu sering mabuk-mabukan dan gemar berjudi. Bagas juga bekerja di sejumlah bidang, tetapi akhirnya selalu dipecat. “Saya juga sudah menjalani banyak pekerjaan. Tetapi, ending-nya enggak enak. Selalu dipecat,” ujar Bagas di depan peserta roadshow BBC Get Inspired di Kampus Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur, Kamis (14/2/2019).

Titik balik perubahan hidup Suratman terjadi melalui perenungan. Pria tiga anak itu kerap memperhatikan anak-anaknya beranjak dewasa dan tentu saja membutuhkan biaya untuk pendidikan. “Dari melihat anak itulah saya mulai sadar bahwa saya harus berubah, apalagi anak-anak sudah mulai dewasa dan membutuhkan biaya pendidikan,” ujar Bagas di sela-sela waktu istirahat sebelum presentasi di acara tersebut. Pria yang kini berusia 38 tahun itu kemudian berpikir bagaimana bisa mendapatkan mata pencarian yang layak. Dia ingin membahagiakan keluarga dan orangtuanya. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertani. Ide itu muncul setelah ia sering melihat seorang petani begitu ulet dan telaten menyiram sayur.

“Saya waktu pulang kerja sebagai porter di bandara (Bandara Soekarno-Hatta) naik angkot karena waktu itu jarang ada motor. Saya sering melihat dia begitu ulet menyiram sayur. Saya jadi tertarik,” katanya. Bagas kemudian belajar bertani sayur secara otodidak, yakni melihat bagaimana orang bertani sayur. Ia mengaku memang berasal dari keluarga petani. Namun, dulu ia enggan meneruskan pekerjaan orang tuanya dengan alasan gengsi. “Waktu itu saya tidak mau jadi petani karena gengsi. Menjadi petani itu enggak keren,” katanya. Setelah belajar cukup lama, Bagas kemudian mencoba bertani.

Bagas Suratman Petani Sukses Beromzet Rp 15 Juta Perhari, Pernah Jadi Porter Sampai Preman
Bagas Suratman (tiga dari kanan) foto bersama dengan Rektor Universitas Merdeka Prof Dr Anwar Sanusi SE MSi (berdasi) dan anak muda inspiratif lainnya dalam acara roadshow BBC Get Inspired di Kampus Universitas Merdeka Malang, Kamis (4/2/2019). KOMPAS.com/FARID ASSIFA (Kompas.com/Farid Assifa)

Ia menyewa lahan tanah tidur seluas 3.000 meter persegi untuk ditanami sayuran dan buah-buahan.  Tanah tersebut tepat berada di pinggir Bandara Soekarno-Hatta. “Modalnya dari hasil dagang sedikit-sedikit. Sebelumnya saya juga sempat dagang,” kata Bagas. Hari berlalu. Usaha tani Bagas berjalan lancar. Bahkan, ia sudah mampu menyewa lahan seluas 26 hektar untuk ditanami sayuran dan buah-buahan seperti melon. Ia memasok hasil usaha taninya ke pasar-pasar tradisional dan supermarket-supermarket di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Pada 2007, Bagas mengalami musibah. Kebun sayur yang dikelolanya diterjang banjir. Semua tanaman sayur dan buah-buahan terendam. “Padahal, besok mau dipanen. Semuanya habis karena terendam banjir,” kenang Bagas. Namun, musibah itu tidak membuat Bagas menyerah. Ia tetap bangkit untuk menjalankan usaha taninya yang sudah dirintis cukup lama itu. Kini, dari transaksi sayuran dan buah-buahan, Bagas meraup omzet kotor hingga Rp 15 juta per hari. Pendapatan itu belum dipotong untuk membayar gaji pekerja dan biaya lain.

Baca Juga  Antisipasi Bencana Banjir, Pemerintah Kabupaten Kudus Menambah Bangunan Polder

Merangkul Pengangguran

Bagas mengatakan bahwa menjalankan usaha tani sayuran bukan semata-mata untuk pendapatan diri sendiri. Ia sedari awal sudah berniat untuk membuka lapangan pekerjaan bagi pemuda pengangguran yang pernah dijalaninya dahulu. “Tidak penting berapa pendapatan saya. Yang terpenting adalah bagaimana saya bisa membuka lapangan pekerjaan,” ujar Bagas. Ia pun merekrut orang-orang pengangguran, pemabuk, mantan preman, dan lain sebagainya, termasuk mantan teman-temannya yang dahulu berkecimpung di dunia yang disebutnya “tak benar”.

Rata-rata pekerja di kebun Bagas bertato. “Tapi, ada juga dari pesantren dan dari kampung,” katanya. Untuk merekrut pekerja, Bagas hanya mengajukan satu syarat, yakni jujur dan mau bekerja keras. “Hanya itu syarat yang saya berlakukan. Tidak penting dari kalangan mana. Siapa pun boleh bekerja di sini yang penting memenuhi syarat itu,” ujarnya.

Bagas Suratman Petani Sukses Beromzet Rp 15 Juta Perhari, Pernah Jadi Porter Sampai Preman
Pekerja sedang memilah dan membersihkan sayuran di kompleks kebun sayur Bagas Suratman di Tangerang, Selasa (19/2/2019). (IST/BAGAS SURATMAN)

Hingga kini Bagas sudah mempekerjakan 20 hingga 25 orang. Ia juga menyediakan mes bagi pekerjanya. “Mes itu kadang dipakai menginap oleh mereka yang belajar bertani di sini,” ujarnya.

Menginspirasi

Kisah perjuangan Bagas dari kehidupan terpuruk menjadi petani sukses menginspirasi banyak orang, apalagi setelah kisahnya itu muncul di media asal Inggris, BBC. “Banyak orang yang menghubungi saya, baik melalui WhatsApp maupun media sosial,” katanya. Hampir setiap hari Bagas kerap dihubungi banyak orang, dari mulai ingin belajar bertani, mengajak kerja sama, hingga sekadar kagum.

“Kalau ada yang ingin belajar, saya sangat terbuka. Siapa pun boleh datang,” katanya. Bahkan, saat berada di Malang untuk mengikuti roadshow BBC Get Inspired, Bagas ditemui seorang “fan” hanya ingin mendengar kisah-kisah Bagas. “Dia tahu saya berada di sini melalui media sosial. Akhirnya, kami bertemu sekadar mengobrol,” ujar Bagas.

Bagas Suratman Petani Sukses Beromzet Rp 15 Juta Perhari, Pernah Jadi Porter Sampai Preman
Lahan kebun sayur siap tanam yang dikelola Bagas Suratman di Tangerang, Banten. (IST/BAGAS SURATMAN)

Bagas pun berpesan kepada anak muda untuk semangat berkarya di bidang pertanian. Ia minta generasi muda untuk melirik pertanian karena merupakan salah satu mata pencarian utama di Indonesia. “Bertani itu sentral hidup banyak orang. Bayangkan saja kalau petani mogok, nanti orang makan apa,” ujar Bagas. (Kompas.com/Farid Assifa)