Konflik yang selalu memanas antara Amerika Serikat dengan Cina ini membuat perekonomian dunia terombang-ambing. Kedua negara adidaya ini akan menyebabkan kerugian perdagangan dunia akibat adanya hambatan yang dilakukan oleh kedua negara. Pasalnya kedua negara tersebutsama-sama negara terbuka besar yang tentunya memiliki pengaruh yang besar pula terhadap perekonomian dunia.
Seperti yang dikatakan Direktur Pelaksana IMF ChristineLagarde“Ini berarti kerugian sebesar 455 miliar dolar, lebih besar dari seluruh perekonomian negara Afrika Selatan,”Bagaimana itu bisa terjadi? Dan apa dampak bagi negara baik yang terlibat maupun yang tidak? Mari kita ulas secara perlahan.
Perang Dagang merupakan suatu konflik perdagangan dimana negara tersebut mengenakan tarif impor atas barang negara lain sebagai balasan akibat pengenaan tarif yang diberlakukan di negara lain. Tentunya negara yang melakukan kebijakan tarif ingin untuk melindungi produsen dalam negeri sehingga mampu bersaing dengan barang impor. Seperti yang kita ketahui bahwa secara ekonomi kebijakan tarif mengakibatkan penurunan jumlah impor akibat adanya hambatan perdagangan yang berdampak pada kenaikan ekspor neto. Namun, kenaikan ekspor neto itu memicu kenaikan kurs riil artinya barang-barang domestik akan dinilai lebih mahal terhadap barang luar negeri sehingga ekspor pun juga akan turun. Jadi, kebijakan tarif hanya akan mengurangi jumlah impor dengan alih-alih menaikkan ekspor neto yang dapat mengeluarkan dari defisit perdagangan ataupun menambah surplus perdagangan lebih tinggi tetapiseringkali dihilangkan adalah ekspor pun akan hilang akibat apresiasi kurs riil.
Sekarang akan kita bahas mengapa AS dan Cina menerapkan kebijakan tersebut? Padahal mereka tahu bahwa secara ekonomi akan sama-sama merugikan.Defisit perdagangan Amerika Serikat pada tahun 2016 sebesar US$347 miliar dan pada tahun 2017 sebesar US$375,2 miliar padahal pemerintah AS telah mengupayakan untuk menurunkan defisit perdagangan, nyatanya malah berkebalikan dengan apa yang mereka upayakan.
Melansir dari CNBC, Rabu (25/4/2018), Presiden AS Donald Trump mencurigai Cina telah melakukan praktik perdagangan tidak adil (adanya diskriminasi terhadap perusahaan asing dan barang yang berasal dari luar untuk melindungi industri domestik) dan juga pencurian kekayaan intelektual terhadap produk AS yang ditaksir mengalami kerugian US$225 miliar hingga US$600 miliar. Dengan adanya kedua alasan tersebut Presiden Trump mengenakan kebijakan tarif sebesar 25% untuk impor baja dan 10% untuk impor alumunium. Negara lain yang merasa dirugikan akibat kebijakan tersebut membalas dengan tarif atas barang AS termasuk Cina. Cina merespon tarif sebesar US$ 3 miliar dari impor AS. Dari situlah Pemerintah AS dan Cina memulai perang dagangnya dengan saling berbalas tarif yang diberlakukan hingga saat ini belum ada solusi yang dapat menyelesaikan masalah ini meskipun Trump menghadapi banyak desakan untuk menyudahi perang dagangnya.
Setelah banyak mengulas konflik yang terus memanas antara kedua negara adidaya tersebut, sekarang akan mulai membahas dampaknya kepada negara lain, khususnya Indonesia. Seperti yang diposting oleh DPR RI (10/06/2019)melalui akunnya @dpr_ri dan juga postingan oleh Bank Indonesia (17/05/2019) melalui akunnya @bank_indonesia.
DPR RI mengungkapkan bahwa terdapat 5 efek negatif akibat perang dagang AS-Cina yakni Ekspor melemah, Banjir barang impor dalam negeri, Neraca perdagangan defisit, Permintaan valuta asing meningkat, dan ada potensi rupiah terdepresiasi. Sedangkan menurut Gubernur Bank Indonesia lebih menekankan pada terjadinya peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju sehingga menyebabkan penurunan arus modal masuk ke Indonesia.
Rabu, 12 Juni 2019, Presiden Indonesia Joko Widodo bertemu dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Istana Merdeka, Jakarta. Presiden Jokowi meminta pengusaha untuk memanfaatkanperang dagang AS-Cina dan menjadikan pengusaha Indonesia berada di garis terdepan untuk memanfaatkan hal tersebut. Patut kita nantikan apa langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Pemerintah Indonesia agar terhindar dari dampak negatif terjadinya perang dagang AS-Cina.
Raihan Adib Habibi, Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN