TangselMedia – Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI) menyoroti premi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tak kunjung naik. Hal ini berpengaruh langsung pada manfaat dan kualitas layanan yang dirasakan masyarakat. “Kita mengkhawatirkan adanya penurunan manfaat akibat masalah kecukupan anggaran BPJS Kesehatan. Misal obat yang tidak tersedia karena kosong, layanan medis yang kurang optimal karena belum dibayar, atau pelayanan yang kurang baik akibat personelnya belum digaji,” ujar Wakil Ketua Umum ARSSI Noor Arida Sofiana, Senin (25/3/2019).
Kenaikan premi sebetulnya bukan satu-satunya jalan keluar dari keterbatasan dana BPJS Kesehatan. Noor menyebutkan suntikan dana yang tampaknya menjadi pilihan pemerintah. Jika solusi ini dipilih pemerintah sebaiknya segera dilaksanakan supaya kecukupan anggaran tak menjadi masalah di rumah sakit. Noor juga mengusulkan solusi jangka panjang dan perbaikan sistem
Terkait kondisi ini, Noor menyambut baik uji coba tarif baru layanan rumah sakit yang akan dilakukan pemerintah. Tarif Indonesia Case Based Group’s (INA-CBG’s) yang baru diharapkan lebih sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini. Penyesuaian tarif mampu menutup beban biaya BPJS Kesehatan sehingga tak lagi terjadi defisit.
Dengan tujuan tersebut, Noor berharap ada pembedaan tarif antara rumah sakit swasta dan pemerintah sebesar 30-40 persen. Saat ini perbedaan tarif antara rumah sakit swasta dan pemerintah hanya sekitar 2-3 persen. Padahal rumah sakit swasta harus memenuhi sendiri semua kebutuhan operasional, sarana, dan fasilitasnya. Peran rumah sakit swasta dalam penyelenggaraan JKN mencapai 61 persen.