Ahok yang selama ini sering melontarkan pernyataan pernyataan kontroversial dan dianggap kasar seakan menemukan puncaknya, tatkala dia menyatakan bahwa ummat Islam jangan mau ditipu untuk tidak memilihnya gara-gara banyak kalangan yang menggunakan ayat 51 Surah Al-Maidah.
Ayat ini secara gamblang melarang agar orang-orang beriman tidak memilih kalangan Yahudi dan Kristen sebagai peminpin mereka.
Pernyataan ini kemudian menyulut kemarahan dan protes dari kalangan Islam, baik yang sangat keras atau pun lembut. Protes ini muncul karena diksi yang dipilih Ahok adalah dengan menyatakan jangan mau ditipu dengan menggunakan ayat itu.
Pernyataan Ahok ini dianggap telah melecehkan Kitab Suci dan sekaligus menciderai perasaan keagamaan kaum muslimin.
Perkataan yang dianggap melecehkan ini tentu saja sangat potensial menimbulkan kegaduhan politik dan pencemaran suasana menjelang Pilkada DKI, dimana Ahok menjadi salah satu calonnya. Perasaan kaum muslimin yang terluka akan menimbulkan ketegangan emosional bukan hanya di tengah masyarakat Jakarta, namun akan meluas ke berbagai daerah.
Ahok sebagai salah seorang penganut agama yang mengakui dirinya sebagai penganut Kristen yang taat tentu sangat kurang pantas dan rendah etika dan adab yang menghunjam simbol simbol sakralitas agama tertentu.
Seharusnya dia memiliki kepekaan yang cukup memadai dari sisi keagamaan, bila dia berniat menjadi gubernur bangsa Indonesia, bukan gubernur etnis atau agama tertentu. Dia selayaknya menampilkan diri sebagai sosok bangsa Indonesia tulen dan bukan sosok bangsa lain yang numpang di Indonesia. Salah satu ciri bangsa Indonesia tulen adalah, kepekaannya terhadap pluaritas agama yang ada di negara ini, yang membutuhkan kelapangan sikap dan saling toleransi dalam kehidupan keberagamaan sehari hari.
Pernyataan-pernyataan yang hanya akan menimbulkan kegerahan dan potensi konflik, tidak selayaknya diungkap di ranah public. Karena hanya akan melahirkan ketidaksukaan dan kebencian, atau bahkan perlawanan yang mungkin bisa sangat keras!
Selain akan menimbulkan kerunyaman sosial, hal ini juga akan menimbulkan gesekan politis yang panas di tengah-tengah para pendukung calon gubernur DKI nantinya.
Gesekan dan keresahan sosial ini, tentu tidak ada yang menginginkan dan bahkan tidak ada yang memimpikan. Sebab, kerunyaman sosial harus mengeluarkan ongkos sosial yang tidak murah.
Sebagai seorang yang beragama, menghormati agama dan symbol-simbol sakralnya adalah sesuatu yang niscaya. Siapapun dia adanya. Kecuali, dia sudah siap untuk menjadi tumbal dari ketidakpekaan dan ketidakbijakannya itu. Tumbang, akibat kata-kata buruk yang dikeluarkannya.
Ditulis oleh:
H. Samson Rahman, M.A. (Penerjemah Buku ‘Best Seller’ Laa Tahzan; Ketua Bidang Riset dan Kajian PP Ikadi)