Cara Mengatasi Awan Kelabu Mahasiswa Perantau di Era Pandemi Covid–19 untuk Tetap Survive

Opini670 Views

Cara Mengatasi Awan Kelabu Mahasiswa Perantau di Era Pandemi Covid–19 untuk Tetap Survive

Oleh : Novia Adelina Ambarita

 

Lingkungan Baru, Kehidupan Baru,dan Suasana Baru

Benar sekali, menjadi Mahasiswa rantau adalah suatu pilihan yang sangat menantang bagi kebanyakan orang termasuk saya. Ketika memilih untuk merantau, ini menjadi hari terberat yang saya rasakan ketika dipisahkan jarak dengan orangtua dan kampung halaman. Dulu saat masih SMA keinginan untuk bisa merantau selalu ada, entah alasan apa yang membuat saya bisa berpikir demikian. Dan ternyata merantau itu bukan hal yang remeh. Terlebih lagi, kita selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan dan masalah yang alhasil kita hanya bisa memendam dalam hati tanpa bercerita kepada orang lain.

Jauh dari orangtua adalah hal yang paling sulit saya rasakan. Terlebih lagi ini adalah pengalaman pertama saya. Saya ditantang untuk menghadapi lingkungan baru serta melakukan segalanya dengan sendiri. Susah dan senang selalu saya rasakan ketika sedang merantau. Tentu saja jauh dari orangtua memiliki banyak kendala, terlebih lagi kita tidak dapat berbicara langsung dengan mereka.

Jika merasa sedih, terkadang memberi motivasi pada diri sendiri sangat penting untuk menyelesaikan masalah dan berusaha membuat hati kita menjadi damai dan bahagia kembali. Karena kalau bukan kita, “who else?” Pikiran harus tetap pada satu tujuan awal, sukses meraih kemenangan dan membanggakan orang tua. Ya walaupun terkadang keinginan untuk menyerah selalu ada, tapi tekad serta dukungan dari orang terdekat membuat saya bangkit kembali dan lagi. Mungkin untuk menutupi kesedihan dan kesendirian yang dirasakan, terkadang saya akan melakukan kegiatan yang positif baik di lingkup perkuliahan maupun tempat tinggal. Seperti mengerjakan tugas kuliah, belajar kelompok dan terkadang meet up dengan teman kampus. Ya walaupun dimasa pandemi ini, terkadang kita tidak bisa sebebas dulu berkegiatan. Tapi setidaknya tanpa kita sadari bahwa aktivitas-aktivitas yang kita lakukan dapat menghilangkan beban dalam pikiran.

Problema-problema Mahasiswa Perantau

Disisi lain saya sangat bersyukur karena masih ada teman- teman disekitar saya yang mau memberikan waktunya untuk saya, membantu saya, dan memberikan support kepada saya.*Thank you for always being there*.

Tentu saja menjadi Mahasiswa rantau memberikan saya banyak pengalaman dan pengajaran hidup. Misalnya untuk dapat bertahan bahkan dalam situasi apapun, menahan rindu dengan orangtua, bahkan kita dipaksa untuk memiliki mental yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Bayangkan saja kita dipaksa untuk beradaptasi mulai dari nol untuk bisa bertahan hidup di lingkungan baru. Semua harus dimulai dari awal, mulai dari belajar kebudayaan baru, kebiasaan baru, teman-teman baru, dan lingkungan tempat tinggal yang baru. Menjadi mahasiswa rantau membutuhkan mental yang sangat kuat. Karena harus menjalani kehidupan yang benar-benar berbeda dari hidup sebelumnya ketika dikampung. Mungkin selama menjadi Mahasiswa rantau ada 2 hal yang selalu dihadapkan dengan kita. Pertama, tekanan saat menjalani perkuliahan dan kedua tekanan saat menjalani kehidupan sehari-hari diperantauan tempat tinggal.

Selama menjadi Mahasiswa perantauan yang menuntut ilmu di kota orang, tentu saja ada begitu banyak problema-problema yang saya hadapi. Namun, itu semua menjadi proses pembelajaran bagi saya untuk bisa lebih bijak dan dewasa dalam menangani problema yang saya hadapi saat ini. Misalkan saja Problema seperti:

1. Materi Kuliah.

Pada masa pendemi sekarang ini, terkadang materi kuliah yang diberikan kepada mahasiswa sama sekali tidak bisa dimengerti. Benar sekali butuh waktu yang lama untuk mahasiswa agar dapat memahami materi kuliah yang telah diberikan.  Keterbatasan untuk dapat bertanya langsung kepada dosen membuat mahasiswa semakin bingung dalam proses pembelajaran daring seperti sekarang ini. Walaupun masih bisa memanfaatkan teknologi yang ada, tetapi tetap saja materi yang diberikan sangat sulit untuk dipahami. Terlebih lagi saat belajar pemrograman, dengan minimnya ilmu yang didapat dan yang mengharuskan mahasiswa untuk dapat membuat suatu aplikasi pemrograman, ini sangat membuat mahasiswa mudah mengalami stress.

2. Adaptasi

Tugas mahasiswa rantau untuk beradaptasi adalah dua kali lipat beratnya dibandingkan mahasiswa yang tidak merantau. Kalau mahasiswa yang tidak merantau hanya perlu beradaptasi dengan lingkungan kampus baru dan teman-teman di kampus, maka tidak dengan mahasiswa rantau. Mahasiswa rantau memiliki tanggung jawab yang berlipat ganda yaitu untuk beradaptasi dengan lingkungan kampus baru dan beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal yang baru. Seorang mahasiswa rantau otomatis memiliki kebiasaan dan kebudayaan yang berbeda dengan orang-orang yang tinggal di tempat rantaunya. Ketika mulai memasuki lingkungan perantauan, maka ada baiknya secepat mungkin untuk menyesuaikan diri dengan mereka.

Cobalah untuk mencari tahu hal-hal apa saja kegiatan yang biasanya dilakukan oleh orang-orang di sekitar atau hal-hal apa yang menjadi kebiasaan orang-orang di perantauan tempat tinggal kita sekarang, supaya dengan cepat kita bisa diterima dengan baik di tempat tinggal sekarang.

Diterima di suatu lingkungan akan membuat kita merasa nyaman di tempat tersebut. Karena jika tidak, kita tidak akan pernah merasa nyaman di tempat perantauan jika tidak diterima dengan baik oleh orang-orang di lingkungan sekitar. Padahal, menjadi nyaman adalah hal yang sangat penting dan akan sangat berpengaruh saat menjadi mahasiswa rantau.

Baca Juga  Konflik dan Manajemen Konflik

3. Problematika uang

Semua mahasiswa baru ataupun lama pasti ngerasain yang namanya problematika uang bulanan. Hidup irit adalah pilihan mutlak yang harus diterapkan. Terlebih lagi untuk mahasiswa perantau, soal keuangan harus benar-benar diatur sehemat dan sebaik mungkin. Karena jauh dari orangtua, kita gak bisa segampang biasanya untuk minta uang. Terlebih lagi dimasa pandemi sekarang ini untuk bisa menghasilkan uang sangatlah minim, karena keterbatasan untuk pergi ke suatu tempat tertentu. Sehingga untuk bisa meminta uang bulanan kepada orangtua pun sangat berat dirasakan. Semua mahasiswa rantau pasti tau perihnya kehabisan uang saat di akhir bulan. Karena mahasiswa perantau harus menunggu transferan dari orang tua. Yang biasanya orangtua hanya akan memberikan jatah bulanan yang dikirim satu bulan sekali. Seperti inilah yang membuat mahasiswa perantau harus pandai mengatur pengeluaran keuangan. Karena kalau tidak, bisa jadi uang bulanan akan habis sebelum jatah uang bulan berikutnya dikirim.

4. Kerinduan

Memutuskan untuk menjadi anak rantau sudah pasti akan mengalami kerinduan yang amat berat dengan orangtua, begitu pula dengan suasana di kampung halaman. Meskipun sering menghibur diri dengan berbagai cara, tetapi masih saja teringat akan mereka yang berada disana. Namun berkat teknologi yang serba canggih saat ini semuanya begitu mudah untuk dilakukan. Meskipun begitu, tetap saja rasa rindu tetap ada pada seorang anak perantau seperti saya. Tetapi setidaknya ada momen yang bisa diingat saat berbicara dengan mereka saat telponan dan menghilangkan sedikit kerinduan dengan mereka.

5. Belajar kuat untuk diri sendiri

Jika waktu masih berada di kampung halaman bisa dilakukan dengan sesuka hati, berbeda dengan di perantauan. Kita dipaksa untuk melakukannya dengan sendiri. Jadi, biasakanlah mengatur waktu dengan sebaik mungkin. Karena tidak akan ada orang yang akan mengingatkan untuk melakukan kegiatanmu nantinya. Mungkin orangtua hanya bisa memenuhi kebutuhan dan tidak dapat mengawasimu secara langsung. Maka dari itu, Jangan sampai merasa terlalu santai lalu mengabaikan kewajibanmu hanya karena merasa orangtua tidak mengawasimu dan tidak bisa menegurmu. Milikilah rasa tanggung jawab yang besar dan selalu ingat bahwa orang tuamu menaruh harapan yang besar padamu. Maka dari itu jadilah mahasiswa perantau yang bijak dan rajin.

Baca Juga: Perjuangan Mahasiswa Semester Akhir Dimasa Pandemi COVID-19

Tips Untuk Dapat Tetap Bertahan Dikala Kondisi Apapun

Berikut ini beberapa tips yang dapat dilakukan untuk dapat bertahan dalam berbagai kondisi apapun, antara lain:

1. Mencari Kesibukan Sendiri

Terkadang mahasiswa perantau akan mengalami yang namanya Homesick, dan tentu saja kita sering mengalami Homesick ketika sedang tidak melakukan kegiatan apapun yang membuat kita selalu rindu dengan rumah. Dengan melakukan beberapa kesibukan tersendiri tentu saja kita bisa mengatasi homesick. Misalkan ketika banyak tugas kuliah yang sangat menumpuk, terkadang perasaan homesick akan hilang dengan sendirinya. Karena kita tidak akan ada waktu untuk merindukan rumah lagi. Dan terkadang mencari kesibukan seperti bermain gadget juga bisa menghilangkan rasa Homesick kita, seperti main game, bermain media social atau lain sebagainya.

2. Telponan dengan Orangtua

Jika kamu merasa tidak kuat lagi menahan rindu, telponan dengan Orangtua adalah langkah yang tepat. Karena ketika sedang telponan dengan mereka pasti perasaan bahagia akan selalu muncul, Berbagi cerita dan pengalaman bersama mereka sangat membuat kita terhibur satu sama lain.

3. Cerita Dengan Sahabat

Terkadang untuk mengatakan rindu dengan orangtua sangat memalukan, terkesan remeh tetapi ini hal yang benar-benar memalukan bagi saya. Ketika tidak bisa bercerita dengan mereka, terkadang sahabatlah yang selalu ada buat kita. Kita bisa berbicara dengan sesuka hati, melampiaskan segalanya dengan sahabat. Dan benar, sahabat akan selalu ada buat kita. Mendengar keluh kesah, bahkan sampai nangis sekalipun. Bagi saya, ini adalah hal yang paling bisa dilakukan ketika kita tidak dapat bercerita dengan orangtua.

4. Hangout Bareng Teman

Tidak melulu dikostan saja, mencari kesibukan dengan teman kampus seperti Hangout bareng juga hal yang ampuh diterapkan ketika kita merasa bosan dikost. Tentu saja dengan berkumpul dengan mereka setidaknya kita bisa tertawa lepas dan bercanda satu sama lain.

5. Ingat Tujuan Awal Merantau

Terkadang ketika kita merasakan Homesick keinginan untuk pulang kerumah selalu ada, seperti yang saya alami sendiri. Tapi, balik lagi saya berpikir tujuan awal saya untuk datang merantau, bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk meraih cita-cita. Dengan begitu, seiring berjalannya waktu saya mulai untuk memfokuskan diri dengan tugas mata kuliah dan mengurangi sedikit kerinduan.

Jadikan sebuah pengalaman pahit untuk membuatmu bangkit kembali, karena hidup tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hidup itu butuh perjuangan, dan butuh kesabaran, jadi selagi kamu bisa lakukan yang terbaik.

Jika terkadang kamu merasa dunia sangat tidak adil, ketahuilah kamu dituntun untuk lebih kuat lagi dalam menjalaninya. Karena suatu keputusanmu saat ini akan sangat menentukan masa depanmu.

Sekian dari saya artikel tentang “perjuangan saya selama merantau” barangkali dapat bermanfaat buat teman- teman semua.***

*Penulis adalah Mahasiswa Teknik Industri Universitas Pamulang

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *