Thrifting Menurut Sudut Pandang Hukum

THRIFTING MENURUT SUDUT PANDANG HUKUM

Ditulis oleh : Wiwik Cahyaningsih*

 

Trifthing atau bisa di sebut juga dengan baju bekas saat ini sedang ramai di bicarakan, thrifting adalah kegiatan berbelanja barang-barang bekas pakai demi mendapatkan harga yang lebih murah atau barang yang tidak biasa ada di pasar. jika kita lihat dari seajarah nya, trifthing di mulai pada masa revolusi industri sekitar abad ke-19.

Mengutip The State Press, ada sejarah panjang thrifting sampai menjadi bagian dari budaya konsumen di banyak negara. publikasi How Thrift Stores Were Born dalam JStor, Di Jepang, thrifting mulai populer pada 1970-an. Kala gaya mode hippie menjadi populer di kalangan anak muda. Mereka mulai mencari pakaian bekas dan memakainya sebagai cara untuk mengekspresikan diri. Thrifting menjadi semakin populer di Jepang selama tahun 1980-an hingga 1990-an, terutama di kalangan anak muda yang mencari gaya pakaian yang unik.

Di Inggris, Penjualan barang bekas di sana memang selalu ada. Di sana, thrift shops mulanya didirikan oleh badan amal untuk membantu orang miskin pada abad 19. Pada 1940-an hingga 1950-an, thrifting menjadi populer di kalangan remaja sebagai cara untuk mengekspresikan gaya pribadi.

Kemudian  trifting di Indonesia diperkirakan telah muncul sejak 1980-an dan awalnya berkembang di wilayah pesisir laut Indonesia. Wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga seperti Sumatera, Batam, Kalimantan, hingga Sulawesi menjadi tempat utama impor pakaian bekas. Semakin lama bisnis impor pakaian bekas ekspansi ke pulau-pulau jawa. Penjualan pakaian bekas sampai sekarang menjadi trend remaja Indonesia masa kini , menurut masyarakat selain barang yang bagus dan trandy harga baju bekas juga terjangkau.

Namun ternyata maraknya baju bekas impor membuat pemerintah indonesia geram. Di kutip dari TEMPO.CO, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan melarang bisnis baju bekas impor karena dianggap mengganggu industri tekstil dalam negeri. “Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri, sangat mengganggu. Yang namanya impor pakaian bekas, mengganggu, sangat mengganggu,” ujar Jokowi saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Maret 2023.

Presiden Jokowi pun memerintahkan jajarannya untuk segera mencari sebab dan solusi mengatasi permasalahan maraknya importasi pakaian bekas.(Jakarta, InfoPublik) Terkait hal ini tersebut, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa pada dasarnya setiap barang yang diimpor ke Indonesia harus dalam keadaan baru, kecuali untuk barang tertentu yang ditetapkan lain dan dikecualikan oleh aturan.

Aturan mengenai larangan impor pakaian bekas illegal diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2015 dan juga Permendag Nomor 18 tahun 2021 yang telah diubah menjadi Permendag Nomor 40 tahun 2022 Pada pasal 2 ayat 3 disebut bahwa barang dilarang impor, antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Barang-barang bekas itu dilarang diimpor karena berdampak buruk bagi ekonomi domestik, terutama UMKM serta buruk untuk kesehatan penggunanya.

Baca Juga  PKM Mahasiswa Unpam Berikan Penyuluhan Pentingnya Perawatan Preventif Pada Mesin Kendaraan Ringan

 

PARADIGMA HUKUM

Harus di akui bahwa permasalahan baju bekas impor menjadi masalah yang kompleks, di satu sisi pakaian bekas mengganggu ikm, bisa memicu penyakit berbahaya  dan menambah sampah baru di Indonesia. Di sisi lain baju import menjadi salah satu solusi bagi pengguna dan penjual trifthing.

Mengenai hal ini larangan impor baju bekas manurut saya sudah tepat. Selain karena terbukti mengandung jamur kapang yang mengancam kesehatan, keberadaan pakaian bekas impor juga mengancam industri tekstil dalam negeri yang sedang dalam kondisi pemulihan akibat pandemi dan kenaikan bahan baku. Pelanggaran ini sangat di perlukan karna mengingat baju bekas impor lebih murah di bandingkan industri tekstil tanah air.

Larangan pakaian bekas impor sangat jelas, yaitu di atur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Larangan tersebut juga dipertegas dalam Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor di mana dinyatakan dalam Pasal 18 bahwa importir wajib mengimpor dalam keadaan baru.

Dalam peraturan tersebut  Bagi yang melanggar ketentuan larangan impor pakaian bekas dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Permasalahan ini memang kompleks, namun lebih baik pemerintah juga memiliki solusi terhadap masyarakat. Pemerintah perlu berhitung kembali soal pemenuhan kebutuhan sandang terhadap masyarakat menengah ke bawah yang bisa di penuhi oleh produk sandang lokal. Mendampingi pengembangan IKM dan  meningkatkan kualitas sandang lokal agar sama dengan standart ekspor dengan harga terjangkau.

Kemudian regulasi yang ada harus di tegak kan dengan tegas sesuai dengan peraturan yang ada, agar bisnis baju impor tidak semakin meluas dan teratasi.

Selanjutnya Bea Cukai perlu melakukan pengawasan ketat peratasan Indonesia agar baju impor tidak masuk ke Indonesia baik melalui pelabuhan resmi maupun jalur tikus.

Yang terakhir pemerintah perlu duduk bersama dengan Negara – Negara lain yang menjadi sumber impor pakaian bekas agar mendiskusikan dan memikirnkan upaya multilateralisme agar hubungan antarnegara tidak terdampak dengan kebijakan pemerintah ini.***

*Penulis adalah mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Pamulang