Bangkit Dengan New Normal

Bangkit Dengan New Normal

 

Oleh : Lioni Indrayani S.E., M.M.*

 

Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus COVID-19 pada Senin, 2 Maret 2020. Saat itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua warga negara Indonesia positif terjangkit virus Corona yakni perempuan berusia 31 tahun dan Ibunya yang berusia 64 tahun. Saat itu sudah setidaknya sudah ada 50 negara yang mengkonfirmasi memiliki kasus COVID-19. Kasus tersebut diduga bukan yang pertama. “Kapan virus ini masuk ke Indonesia? Diperkirakan minggu ketiga bulan Januari dan bukan bulan Maret saat pertama kali diumumkan mengenai pasien positif Covid-19. Jadi ini kasus lokal, bukan penularan impor,” kata staf pengajar FKM UI, Dr. Pandu Riono pada Minggu, 19 April 2020 dalam sebuah diskusi daring.

Sejak Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO, membuat Pemerintah harus segera membuat kebijakan-kebijakan dalam rangka memutuskan mata rantai penyebaran virus Covid-19 di masyarakat. Pemerintah menerapkan langkah serius demi mengurangi penyebaran virus Covid-19. Dengan memutus mata rantai penularan Covid-19, dapat memberikan waktu yang cukup bagi petugas kesehatan untuk menyiapkan fasilitas, perawatan dan pengobatan kepada pasien.

Langkah yang diambil untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 adalah diberlakukannya social distancing, pola hidup bersih dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota-kota besar di Indonesia. PSBB dilaksanakan dalam rangka penanggulangan dan pencegahan penularan Covid-19 bertujuan mengurangi dan mencegah dampak yang lebih buruk bagi kesehatan masyarakat, bangsa dan negara. Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan sekolah, tempat kerja dan segala bentuk usaha yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan pangan dan kesehatan. PSBB menjadi sebuah dilema, ketika ditetapkan, memperlihatkan dampak yang signifikan terhadap berkurangnya jumlah pasien Covid-19 sekaligus juga berdampak negatif bagi ekonomi kita.

Seorang ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Deniey A Purwanto mengatakan, “ Tentunya ada biaya yang harus ditanggung baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah dengan adanya PSBB. Semakin lama PSBB diberlakukan, dampak ekonominya menjadi semakin besar.”

Baca Juga  Mahasiswa Teknik Industri Unpam Lakukan Pelatihan Pembuatan Produk Hand Soap di Desa Pasir Ampo

Dapat kita rasakan pada saat PSBB diberlakukan di kawasan Jabodetabek sangat berdampak pada laju perekonomian daerah sampai perekonomian nasional. Jabodetabek merupakan kawasan kontribusi ekonomi nasional yang paling tinggi. Tidak sebatas itu saja, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut PSBB di tengah pandemi memukul sistem keuangan dan pertahanan ekonomi negara. Situasi ini, menjadi sentimen negatif dalam Bursa Efek Indonesia yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun hingga 26,60% sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan pada 14 April 2020.

Pandemi ini sangat berdampak pada transaksi Bursa Efek Indonesia. IHSG terus terombang-ambing selama pandemi Corona Covid-19. Pada tanggal 24 Maret 2020 semua saham turun drastis namun berhasil rebound meskipun belum berhasil kembali ke harga semula pada awal tahun 2020. Sentimen negatif masih terjadi sampai dengan minggu kedua di bulan April yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami terjun bebas. Momen IHSG yang terjun bebas, tidak berdampak sepenuhnya pada saham LQ 45 ditunjukkan dengan adanya penguatan transaksi pada beberapa saham LQ 45, seperti PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk dan Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

Presiden Joko Widodo mengambil langkah perlahan tapi pasti untuk mengaktifkan kembali perekonomian di Indonesia. Sebanyak 108 kabupaten/kota di 23 provinsi di seluruh Indonesia sudah direstui kembali membuka sektor-sektor usaha yang sebelumnya ditutup. Dengan dibukanya kembali perekonomian di beberapa kota di Indonesia dengan adanya New Normal ini menjadi kabar gembira setelah dua bulan perekonomian di Indonesia terganggu.

Semenjak kencangnya digaungkan The New Normal, 10 indeks sektoral yang terdapat di Bursa Efek Indonesia, sektor yang terbang paling tinggi adalah indeks aneka industri. Indeks ini mencakup sektor aneka industri yaitu sektor-sektor industri di luar industri dasar seperti industri eletronik dan tekstil . Hal ini masuk akal karena saat diberlakukannya PSBB industri elektronik dan tekstil banyak yang terpaksa tidak beroperasi. Dengan “new normal”, diharapkan produksi pada semua industri akan kembali lancar dan membangkitkan perekonomian Indonesia di dalam masa pandemi.***

 

*Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang