PERJUANGAN DITENGAH PANDEMI CORONA
Oleh : Dr. H. Ugeng Budi Haryoko, S.M.I., M.M., C.M.A.
Perang harga antara produsen mobil dengan penjual mobil bekas di akhir 2019 kemarin semakin sengit. Dampak yang terjadi yakni perbedaan harga mobil baru dengan mobil bekas beda-beda tipis. Perang harga di antara kedua pihak tersebut terjadi karena peningkatan atau banyaknya pasokan akan sejumlah merek-merek baru di Indonesia. Fakta di lapangan, peningkatan pasokan mobil tidak diimbangi dengan permintaan, yang cenderung merngarah pada penurunan harga.
Memasuki awal 2020, para pedagang mobil bekas berharap adanya kenaikan penjualan seperti awal tahun-tahun sebelumnya. Ramadhan menjadi salah satu momentum ramainya pembeli. Pasalnya banyak konsumen mencari mobil bekas untuk digunakan berlebaran di kampung halaman.
Memiliki kendaraan roda empat, bagi masyarakat Indonesia, khususnya perkotaan yang mudik ke kampung halaman dimaknai sebagai sebuah bentuk keberhasilan dari jerih payah upaya merantau yang dilakukannya di kota besar. Selain berfungsi sebagai prestise atau gengsi, mobil-mobil yang dicari para konsumen biasanya merupakan mobil-mobil keluarga yang dapat menampung jumlah penumpang yang banyak atau sering disebut dengan minibus atau mobil MPV. Mobil MPV atau Multi Purpose Vehicle merupakan mobil serbaguna yang memiliki tempat duduk untuk 7 orang serta bagasi. Umumnya tempat duduk baris tengah dan belakang pada model MPV dapat dilipat atau dilepas agar dapat memuat orang atau barang lebih banyak.
Namun harapan pedagang mobil bekas saat ini tidaklah sesuai harapan. Stok barang yang dilakukan oleh para pemilik showroom mobil-mobil bekas guna menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri seperti tahun-tahun sebelumnya di luar prediksi. Adanya wabah virus corona membuat rencana dan harapan para pemilik showroom mobil untuk menambah pundi-pundi rupiah buyar. Serangan virus corona pada awal Maret 2020 di Indonesia berdampak pada anjolknya penjualan mobil-mobil bekas.
Dari penuturan salah satu pemilik showroom mobil bekas di bilangan Bintaro, Tangerang Selatan, yang biasanya mampu menjual 15-20 unit per bulannya, di Maret hingga April turun drastis dan hanya mampu menjual 4-5 unit. Itu pun tidak jual untung seperti biasanya, melainkan untuk balik modal semata. Penjualan mobil yang dilakukan di tengah pandemi lebih dilakukan untuk memutar uang, semata untuk membayar karyawan dan operasional showroom.
Persoalan pandemi corona berdampak luas, terlebih adanya kebijakan Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kunjungan konsumen ke showroom pun menurun dan berdampak pada permintaan mobil-mobil bekas. Guna mensiasati lesunya penjualan, sejumlah cara dilakukan oleh para penjual mobil bekas, salah satunya dengan penjualan secara online. Mereka memasang foto-foto mobil yang dijual dan diiklankan secara online. Hal itu dilakukan, selain untuk menarik konsumen juga untuk memudahkan para pencari mobil yang tidak bisa bepergian karena keterbatasaan di tengah-tengah pandemi.
Meski demikian, kendala lain muncul di tengah pandemi. Yakni tidak banyak lembaga pembiayaan yang mau membiayai konsumen yang hendak membeli mobil dengan proses kredit. Padahal di kondisi normal, para leasing atau lembaga pembiayaan berlomba-lomba dalam menarik konsumen untuk membeli mobil dengan bunga kompetitif.
Selain mengejar pembiayaan kredit dari konsumen, mereka (leasing) juga memberikan tawaran bunga yang menarik dan kemudahan proses kredit kepada para debitur. Banyak leasing yang memilih tutup atau tidak menyalurkan kredit kepada konsumen yang ingin membeli mobil bekas di tengah pandemi corona.
Adanya kondisi tersebut turut memperparah kondisi penjualan mobil bekas. Pasalnya, banyak pedangang mobil bekas mengandalkan penjualannya pada pembeli mobil yang memilih secara kredit. Meski belum ada data yang valid, 80 persen penjualan mobil bekas dihasilkan dari konsumen yang membeli mobil secara kredit.
Kita semua berharap mudah-mudahan pandemi virus corona ini dapat segera berakhir, dan penjualan mobil bekas yang lesu kembali bergairah dan berdampak positif bagi seluruh pihak. Karena banyak yang akan terkena dampaknya bukan hanya pemilik showroom, tetapi juga berdampak karyawan yang bekerja di showroom, leasing , konsumen dan juga pihak yang lainnya.
*Penulis adalah Dosen Manajemen dan Magister Manajemen Universitas Pamulang